TEMPO.CO, Jakarta - Nama Marimutu Sinivasan kembali menjadi perhatian ketika petugas Imigrasi Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, berhasil mencegah keberangkatan obligator Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang diduga hendak ke Kuching, Malaysia, Minggu, 8 September 2024.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Kalimantan Barat Muhammad Tito Ardianto menyatakan petugas Kantor Imigrasi di Lintas Batas Entikong berhasil mencegah upaya bos Texmaco Group, yang dicegah bepergian ke luar negeri atas permintaan Kementerian Keuangan karena tunggakan utang puluhan triliun rupiah ke negara.
"Saat itu yang bersangkutan diketahui berada di dalam mobil Alphard hendak masuk ke wilayah Kuching, Malaysia," kata Tito.
Pria 86 tahun itu berencana meninggalkan Indonesia melalui Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, sekitar pukul 14.00 WIB. Saat dilakukan pemeriksaan oleh petugas, diketahui jika dia termasuk dalam daftar cekal Kementerian Keuangan. Sehingga terhadap yang bersangkutan langsung diamankan.
Sebelumnya, Marimutu bebas pergi ke luar negeri seperti dilakukannya pada 25 Mei 2024. Dengan dalih berobat, ia pergi ke Dubai selama 4 hari dan kembali ke Jakarta. Pada saat itu, ia sudah lepas dari cegah yang dilakukan Kementerian Keuangan karena sudah berakhir pada 23 Desember 2023 dan tidak diperpanjang.
Bos Texmaco itu masuk daftar cegah karena menjadi obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang masih menunggak pembayaran utang sebesar Rp31,72 triliun dan 3,91 miliar dolar AS, yang jika dijumlah akan mencapai Rp95 triliun lebih.
Marimutu, 86 tahun, pernah menggugat Kementerian Keuangan pada 30 Desember 2021 untuk memperoleh kepastian nilai utang Texmaco. “Saya memiliki komitmen iktikad baik untuk menyelesaikan kewajiban saya kepada negara,” katanya.
Menurut Majalah Tempo, 16 Juni 2024, masa keemasan Marimutu Sinivasan telah berlalu. Sehari-hari dia dikabarkan berkantor di Lantai 15 Centennial Tower, Jalan Gator Subroto, Jakarta Selatan. Di lantai itu terdapat papan nama PT Multikarsa Investama dan Texmaco Group.
Kerajaan bisnis Texmaco dikabarkan tinggal menyisakan sayap perusahaan, di antaranya PT Perkasa Heavyndo Engineering dan PT Texmaco Perkasa Engineering di Jawa Barat. Ia menjadi komisaris di kedua perusahaan itu.
Tatkala krisis keuangan 1997-1998 melanda Indonesia, Texmaco Group menjadi salah satu kelompok bisnis penerima dana talangan BLBI, yang sekarang menjadi utang. Pada Desember 2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan utang Texmaco berada di angka Rp29 triliun dan 80,5 juta dolar AS.
Saat itu, Satgas BLBI menyita sejumlah aset Texmaco tdak tidak cukup untuk melunasi utang-utangnya. Kemenkeu kemudian mengajukan permohonan pencegahan atas nama Marimutu pada 26 Januari 2022.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan Marimutu Sinivasan kepada Kementerian Keuangan, PT Bank BNI Tbk, serta PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) pada 23 Desember 2013.
Marimutu Menang Gugatan Melawan Kemenkeu
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan pendiri Texmaco Group, Marimutu Sinivasan, terhadap PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA), BNI, dan Kementerian Keuangan. Pengadilan menyatakan, perjanjian restrukturisasi utang atau Master Restructuring Agreement(MRA) yang diteken pemerintah dan Texmaco pada 23 Mei 2001, tidak sah.
"Batal karena merupakan perbuatan melawan hukum," kata hakim ketua, Muhammad Razzad, pada saat sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 23 Desember 2013.
Selain itu, majelis hakim juga mengabulkan gugatan lainnya, yakni pengembalian aset perusahaan Texmaco dan pengembalian dua perusahaan yang dibentuk pemerintah dan Texmaco, yaitu PT Bina Prima Perdana dan PT Jaya Perkasa Engineering, kepada posisi semula. ”Semua yang berdasarkan MRA tersebut tidak sah,” kata Razzad.
Ini bermula dari gugatan Marimutu terhadap BNI, PPA, dan Kementerian Keuangan. Marimutu menggugat pemerintah membayar ganti rugi Rp 18,82 triliun.
Dalam gugatannya, Marimutu mempersoalkan hak tagih pemerintah sebesar Rp 29,36 triliun yang tercantum dalam Akta Restrukturisasi tertanggal 16 Juni 2005. Padahal, menurut Marimutu, data Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan mencatat utang yang belum lunas alias outstanding credit hingga 31 Desember 1999, sebesar Rp 8 triliun.
Namun, dalam putusan tersebut hakim menyatakan tidak mengabulkan gugatan Texmaco agar PPA, BNI, dan Kementerian Keuangan membayar ganti rugi sebesar Rp 18,82 triliun.
Menanggapi putusan itu, PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA) menyatakan banding ke Pengadilan Tinggi.
Perjalanan Kasus Marimutu Sinivasan
- 1997/1998 Texmaco Group Menerima Dana Talangan BLBI
- Januari 2004 Texmaco memiliki utang Rp29,04 triliun kepada negara lewat BPPN
- Maret 2006 Marimutu Sinivasan kabur dan menjadi buronan
- 8 Mei 2008 Marimutu Sinivasan menyerahkan diri ke Mabes Polri setelah kabur ke Singapura dan India
- Desember 2013 Marimutu Sinivasan kembali menguasai Texmaco setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatannya
- 9 April 2021 Presiden Jokowi membentuk Satgas BLBI untuk menagih utang Rp108 triliun dari para obligor dan debitro BLBI
- 24 Desember 2021 Satgas BLBI menyita 10 aset Texmaco Group di Kota Batu, Jawa Timur berupa tanah seluas 83.230 meter persegi bekas pabrik tekstil PT Wasta Indah
- 30 Desember 2021 Marimutu Sinivasan menggugat Kemenkeu ke PN Jakarta Selatan untuk memastikan nilai utangnya.
- 26 Januari 2022 Imigrasi mencegah Marimutu Sinivasan ke luar negeri
- 15 Juni 2023 Kemenkeu menerbitkan surat pemberitahuan sisa utang Texmaco Group sebesar Rp 31,72 triliun dan 3,91 miliar dolar AS.
25-29 Mei 2024 Marimutu Sinivasan ke Dubai, Uni Emirat Arab
3 Juni 2024 Marimutu Sinivasan kembali dicegah ke luar negeri oleh Imgrasi yang akan berlaku sampai 3 Desember 2024.
AYU CIPTA | AGUNG SEDAYU | MAJALAH TEMPO
Pilihan Editor Setahun Tragedi Pulau Rempang, Siapa Sosok di Balik Proyek Rempang Eco City?