TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Singapura resmi mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Platform. Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, mengatakan pemerintah Indonesia perlu menjadikannya sebagai benchmark atau pembanding untuk menerbitkan aturan serupa di tanah air.
“Tidak harus sama dan tidak boleh latah. Tapi, negara memang harus hadir untuk memberi perlindungan kepada warganya, termasuk para pekerja platform,” ujar Rahmad kepada Tempo, Ahad, 15 September 2024.
Rahmad berujar, pekerja platform seperti pengemudi ojek dan taksi online maupun kurir saat ini statusnya masih abu-abu alias tidak jelas. Mereka belum diakui sebagai pekerja, sehingga masih ada potensi hak-hak mereka tidak terpenuhi seluruhnya. Ia memberi contoh kasus pro-kontra pembayaran tunjangan hari raya atau THR untuk pengemudi ojek online yang terjadi beberapa waktu lalu. “Tentu harus ada kejelasan perlindungan yang nyata. Siapa yang memberi perlidungan itu? Ya, Undang-Undang,” ujar Rahmad.
Politikus PDI Perjuangan itu mengatakan saat ini pemerintah juga perlu menyerap aspirasi pekerja platform dan pemberi kerja atau pengusaha untuk menerbitkan aturan. “Semuanya harus didengar,” kata dia.
Rahmad juga mengatakan pemerintah tidak hanya perlu mempelajari UU Perlindungan Pekerja Platform yang disahkan Singapura, tetapi perlu mempelajari aturan serupa lainnya di negara-negara lain. Setelah itu, pemerintah baru menyusun aturan dengan menyesuaikan kondisi yang ada di Indonesia. “Aturan yang ada di Singapura, jadikan benchmark. Kemudian diintisari sesuai keinginan warga kita,” kata dia.
UU yang diterbitkan Pemerintah Singapura mengatur pengakuan dan pelindungan pekerja informal yang mencakup sopir taksi, pengemudi pribadi, dan pekerja lepas di platform aplikasi daring. Dalam undang-undang ini, mereka disebut sebagai pekerja platform.
Buntur terbitnya aturan tersebut, Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) menuntut Kementerian Ketenagakerjaan menerbitkan aturan serupa. Ketua SPAI Lily Pujiati mengatakan para pekerja platform, seperti pengemudi ojek dan taksi online,serta kurir, sudah memenuhi unsur untuk ditetapkan sebagai pekerja.
Terlebih, Lily mengatakan, SPAI pernah dilibatkan Kementerian Ketenagakerjaan dalam penyusunan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker). Sudah empat kali pihaknya pernah berdikusi dalam forum tersebut. “Di forum tersebut kami mendorong Kemnaker untuk mengesahkan pengemudi ojek dan taksi online, serta kurir sebagai pekerja tetap sesuai UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,” ujarnya.
Akan tetapi, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemnaker, Indah Anggoro Putri, mengklaim pemerintah sudah melindungi para pekerja informal yang dikenal juga sebagai gigs worker ini. Ia juga mengatakan, pengesahan UU Perlindungan Pekerja Platform yang diteken Pemerintah Singapura tidak harus diikuti negara-negara lain, termasuk Indonesia.
Han Revanda Putra dan Oyuk Ivani Siagian berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Tenaga Ahli Bahlil Lahadalia Ungkap Polemik Kadin sebagai Urusan Internal