Di tengah pekerjaan yang berat itu, para ABK bercerita mereka tak mendapatkan makanan yang layak. Air yang dibawa bahkan dikunci pihak kapal. Saat itu mereka berebut makan satu nampan untuk 27 orang. "Satu orang hanya dapat tiga suap," ujar RS, mengingat pengalaman mereka di laut.
Saat itu, RS dan teman-temanya harus membongkar 230 ton ikan dari palka Run Zeng 03--dan dipindahkan ke MUS. Mereka baru menyelesaikan 150 ton dan masih 80 ton di dalam palka sedalam 10 meter itu. Pada saat itu, RS dan ABK lainnya menanyakan THR dan premi mereka.
Bahkan mereka melakukan mogok kerja karena tak dapat jawaban jelas tentang THR, gaji, dan premi yang dijanjikan. Saat itu mereka berkomunikasi dengan seorang pria bernama Gunawan melalui orang kepercayaannya di kapal bernama Arifin. Diduga Gunawan adalah pihak perusahaan yang merekrut ABK di KM MUS.
Menurut RS dan MS, saat menelepon dengan Gunawan melalui ponsel Arifin, ia mengaku sudah memberikan gaji sebesar Rp2 juta kepada setiap ABK melalui seorang pria bernama Oki. Dan tidak menjanjikan premi dan THR. Saat itu RS dan MS mengaku mereka hanya menerima Rp500 ribu sebagai uang jalan. Tak menerima upah Rp2 juta.
Komunikasi antara ABK dan Gunawan mentok. Tak ada jalan keluar. Sehingga para pekerja itu mengancam akan pulang dan meminta untuk diantar ke darat. Namun pihak MUS menolak. Hingga akhirnya dari 27 orang itu, 6 di antaranya melompat dan berupaya berenang ke darat yang posisinya sekitar 8 kilometer dari tempat kapal berlabuh.
Pada 11 April 2024, keenam orang ini melompat dari Run Zeng 03. Tiga jam mereka berenang mencari daratan pada siang hari itu. Namun saat itu satu orang di antara mereka, J, tenggelam, hilang. RS, MS, dan AI bercerita kepada Tempo, mereka tak tahu apa yang terjadi dengan J.
Saat mereka berenang ada sebuah kapal ikan lewat. Kelima orang ini berhasil diselamatkan. Saat itu, yang tak sasaran diri hanya MS. Ia baru sadar saat berada di tangan warga Desa Warabal di Kecamatan Aru Tengah Selatan, Aru. Sementara lima hari berikutnya baru mereka menerima kabar J ditemukan meninggal tanpa kepala di pesisir pantai Desa Koijabi.
RS menceritakan alasan memilih melompat dari kapal. Alasannya di kapal Run Zeng 03 maupun MUS, para ABK dipekerjakan seperti dijajah. "Ya, udah kami lompat aja. Dari pada dijajah. Kalau selamat alhamdulillah, kalau tidak ya pasrah aja," ucap dia, sambil mengenang rekannya, J.
Kasus ini terkuak setelah enam orang ini melompat dari kapal. Kabar ini tersiar dan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan menangkap KM MUS pada 12 April 2024 dan Run Zeng 03 ditangkap pada 19 Mei lalu. Sementara Run Zeng 05 lolos dengan membawa sekitar 20 ABK. PSDKP menyebutkan ABK yang bekerja di kapal adalah korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Pilihan Editor: Cerita Korban Dugaan TPPO Kapal Run Zeng 03 yang Tak Digaji