TEMPO.CO, Jakarta - Warga Kawasan Ibu Kota Nusantara atau IKN, Penajam Paser Utara (PPU) Kalimantan Timur, bakal mengggelar aksi hari ini, Rabu, 18 September 2024. Aksi ketiga ini dilakukan buntut persoalan lahan yang hingga kini belum selesai.
Koordinator Gerakan Solidaritas Masyarakt PPU, Yusuf Ibrahim, mengatakan aksi tersebut akan dilakukan di Kantor Bupati PPU dan Kantor Badan Pertanahan Nasional. Ia mengklaim akan ada 500 hingga 1.000 warga yang bakal turun ke jalan. Rencananya, aksi dimulai pukul 09.00 WITA.
“Tuntutannya, pertama, kami tolak hak pakai (tanah) dan HGB (hak guna bangunan) untuk masyarakat. Kami minta SHM (sertifikat hak milik)” kata Ibrahim ketika dihubungi Tempo pada Selasa, 17 September 2024.
Tuntutan lainnya, warga meminta rekomendasi kepastian kepemilikan lahan warga yang terdampak pembangunan IKN, seperti untuk proyek tol. Menurut Ibrahim, belum adanya surat rekomendasi kepemilikan lahan warga menjadi kendala pembayaran ganti rugi. Padahal, tanah tersebut sudah dimiliki warga secara turun temurun, sebelum akhirnya terdampak pembangunan ibu kota baru.
“Kami menuntut pembayaran ganti rugi lahan warga yang sudah digusur,” ujar Ibrahim.
Adapun soal ganti rugi lahan terdampak proyek IKN, Ketua Satgas Pelaksanaan Pembangunan IKN Danis Sumadilaga menyatakan pemerintah akan membayarkan ganti rugi untuk warga setelah tahapan proses pembebasan tanah selesai seluruhnya.
“Semua tahapan proses pembebasan tanah sudah diatur dalam regulasi. Termasuuk status tanah, nilai ganti rugi, dan sebagainya,” kata Danis melalui aplikasi perpesanan kepada Tempo, Selasa, 17 September 2024.
Sebelumnya, aksi warga Kawasan IKN sudah dilakukan pada 22 dan 28 Mei lalu. Tuntutannya serupa, yakni meminta sertifikasi tanah. Warga juga menuntut hak atas tanah lahan dari penguasaan hak guna usaha (HGU), serta penolakan atas pengambilalihan eks HGU oleh Bank Tanah.
Menyoal aksi kala lalu, Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Timur, Fathur Roziqin mengatakan demo tersebut merupakan akumulasi dari aspirasi masyarakat atas kebijakan serampangan dan sepihak yang dilakukan oleh pemerintah sejak dimulainya pembangunan IKN.
“Semua, sebenarnya bermuara pada ketidakpastian (pemerintah) atas hak tanah warga," katanya saat dihubungi, Kamis, 23 Mei 2024. Salah satu indikatornya ialah saat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengeluarkan surat edaran yang melarang sekaligus menghentikan semua jangkauan tanah di wilayah delineasi IKN.
Bahkan surat edaran Kementerian ATR/BPN itu dinyatakan kebijakan yang maladministrasi oleh Ombudsman Republik Indonesia. "Makin ke sini, ketidakpastian itu kemudian diwujudkan sebagai tindakan sepihak oleh otoritas dan sejumlah pihak penyelenggara proyek di wilayah delineasi IKN," ujar Fathur.
Selain itu, menurut Fathur, sejak proyek pembangunan IKN dimulai, ada upaya penggusuran oleh pemerintah secara sepihak. Bahkan tidak ada upaya negosiasi dengan warga selaku pemilik tanah tersebut.
“(Pemerintah) menunjukkan bahwa IKN bukan untuk masyarakat. Memang diperuntukkan sebagaimana yang mereka sering banggakan, yaitu melancarkan investasi," katanya.
Adapun dalam temuan Tempo di lapangan, warga terdampak proyek Tol IKN di Kelurahan Pemaluan, Sepaku, menyatakan pembebasan lahan dilakukan tanpa proses sosialisasi. Menurut salah satu warga, Alfian, pemerintah langsung menyodorkan nominal ganti rugi. Bila tidak sepakat, warga mesti ke pengadilan.
“Kami terpaksa setuju karena tidak paham urusan pengadilan,” ujar Alfian ketika ditemui di kampungnya pada Ahad, 11 Agustus 2024. Namun ternyata, ganti rugi itu pun belum dibayar sepenuhnya hingga saat ini. Dari 7.000 meter persegi lahan terdampak, Alfian hanya menerima ganti rugi Rp 3 juta untuk 10 meter persegi lahan saja.
Novali Panji Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Pembangunan IKN Tahap II dimulai 2025, Bappenas: Fokus Membangun Economic Crowd