TEMPO.CO, Jakarta - Tupperware Brands dan anak-anak perusahaannya tengah bersiap mengajukan kepailitan akibat bisnis mereka merosot dan margin perusahaan tertekan. Perusahaan Amerika Serikat yang terkenal karena menjual wadah penyimpanan yang terbuat dari plastik itu telah berkiprah selama hampir 80 tahun, dan produk-produknya digunakan secara luas di Indonesia.
Menurut laporan Bloomberg pada Senin, 16 September 2024, Tupperware berencana mengajukan pelindungan pengadilan setelah melanggar ketentuan utangnya dan meminta bantuan penasihat hukum serta keuangan. Laporan tersebut mengatakan persiapan kebangkrutan dimulai setelah negosiasi berkepanjangan dengan para kreditur Tupperware atas utang lebih dari US$ 700 juta, atau setara Rp10,7 triliun dengan kurs saat ini.
Sebelum kabar kepailitan beredar, perusahaan itu telah berupaya membendung lesunya penjualan. Pada Agustus 2024, Tupperware mengatakan bahwa perusahaan tersebut menghadapi krisis likuiditas. Memang, Tupperware mengalami lonjakan penjualan singkat selama periode pandemi Covid-19, ketika orang-orang lebih banyak memasak di rumah dan banyak membeli wadah plastik kedap udara untuk menyimpan sisa makanan. Namun setelah itu, terjadi lonjakan pascapandemi terhadap biaya bahan baku penting seperti resin plastik, serta tenaga kerja dan pengiriman semakin menekan margin perusahaan.
Perusahaan tersebut mencatat aset senilai US$500 juta (Rp7,6 triliun) hingga US$1 miliar (Rp15,3 triliun) dan liabilitas senilai US$1 miliar - $10 miliar (Rp15,3 triliun - Rp153 triliun), menurut pengajuan kebangkrutan di Pengadilan Kepailitan AS untuk Distrik Delaware. Berikut profil Tupperware, merek wadah makanan warna-warni yang siap menyatakan bangkrut.
Profil Tupperware
Tupperware didirikan pada 1946 di Leominster, Massachusetts, Amerika Serikat oleh ahli kimia Earl Tupper. Berkantor pusat di Orlando, Florida, AS, perusahaan ini memanufaktur produk persiapan, penyimpanan, penyajian untuk dapur dan rumah, serta produk kecantikan.
Mengutip dari situs resmi Tupperware, sang pendiri mendapat inspirasi membangun Tupperware saat membuat cetakan di pabrik plastik tak lama setelah Depresi Besar, peristiwa penurunan drastis tingkat ekonomi di seluruh dunia mulai 1929. Tupper merasa terdorong untuk merancang segel kedap udara untuk wadah penyimpanan plastik agar dapat membantu keluarga-keluarga menghemat uang dan tidak boros makanan.
Pada 1960-an, produk-produk Tupperware mulai dijual di Eropa, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Dari 1970-an hingga 2000-an, perusahaan itu melakukan perluasan katalog produknya, menjual wadah buah dan sayuran hingga tempat makanan bagi anak-anak.
Tupperware beroperasi di lebih dari 100 negara, termasuk di Indonesia. Produk-produknya mulai dipasarkan di Tanah Air sejak 1991 oleh salah satu distributor Jakarta. Menurut catatan terakhir Tupperware Indonesia, mereka telah memiliki 74 distributor yang tersebar di seluruh negeri.
Indonesia bahkan pernah menjadi pasar terbesar Tupperware pada 2013, menurut laporan The New York Times pada 2015. Angka penjualan di Indonesia tahun itu mencapai lebih dari US$200 juta dengan 250.000 distributor.
REUTERS berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Basuki Hadimuljono Soal Keppres Pemindahan Ibu Kota yang Belum Diteken Jokowi: Tanya Beliau