TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Kebijakan Fiskal atau BKF Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan nilai belanja pemerintah pusat meningkat dari target tahun ini. Selain belanja negara yang memang naik, belanja APBN 2024 juga diprediksi membengkak akibat asumsi kurs yang berbeda.
Anak buah Sri Mulyani itu mengatakan dalam APBN tahun ini, kurs rupiah ditetapkan Rp 15 ribu. Sementara itu, prediksi atau outlook tahun 2024 sudah menyentuh angka Rp 16 ribu per dolar AS. Sehingga, ia memaparkan, perbedaan Rp 1.000 dalam kurs saja sudah mencerminkan perubahan belanja.
“Khususnya dari subsidi dan kompensasi yang akan meningkat Rp 60 hingga Rp 70-an triliun,” ujarnya di Kantor Kementerian Keuangan, Selasa, 6 Agustus 2024.
Febrio menerangkan, sesuai laporan semester I 2024, belanja negara diprediksi akan membengkak Rp 87 triliun dari yang ditargetkan di APBN. Karena itu, ia mengatakan, belanja pemerintah sudah tidak perlu digenjot lagi. “Pelaksanaan APBN 2024 yang harus kita pastikan terus berjalan dengan baik dan merupakan katalis bagi pertumbuhan ekonomi dan juga konsumsi masyarakat,” kata dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati memaparkan awal tahun hingga saat ini, rupiah tercatat mengalami depresiasi 6,25 persen dibanding akhir 2023. Hingga akhir periode penghitungan 26 Juni 2024, rupiah mencapai Rp 16.379 per dolar AS. “Ini mengalami deviasi yang cukup besar dari asumsi APBN yang hanya Rp 15.000,” ujar Sri Mulyani dalam konfrensi pers APBN, Kamis, 27 Mei 2024.
Tekanan pada mata uang Indonesia dikhawatirkan dapat berpengaruh pada pembengkakan subsidi dan kompensasi bahan bakar minyak atau BBM.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan pemerintah terus memantau kenaikan harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Oil Price (ICP) dan pergerakan kurs rupiah. ICP saat ini belum berpengaruh. “Tapi memang dari sisi kurs kita mulai mendapatkan tekanan untuk subsidi BBM ini,” ujar Isa.
Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fadjar Djoko Santoso mengatakan besaran subsidi dan dana kompensasi sangat terpengaruh oleh harga minyak dunia, yakni Means Oils of Platts Singapore dalam U$$ per barel.
Melemahnya rupiah juga turut menyebabkan tanggungan negara membengkak. “Semakin tinggi MOPS dan semakin lemah rupiah, potensi subsidi dan dana kompensasi makin besar,” ujarnya.
Pilihan Editor: Menyambut HUT RI ke-79, Whoosh Beri Diskon Tiket 17 Persen