Pengamat ekonomi Gunawan Benjamin mengatakan, dampak kenaikan harga BBM pada awal September terhadap pembentukan inflasi sudah reda. Pantauan terhadap sejumlah harga kebutuhan masyarakat belakangan ini, beberapa komoditas pangan tertentu seperti cabai mengalami penurunan. Produk makanan atau minuman serta kebutuhan rumah tangga yang dihasilkan dari olahan industri banyak yang tidak menyesuaikan harga dan cenderung naik.
Hasil pantauannya, beberapa kebutuhan dapur seperti kecap sachet mengalami penurunan isi atau kuantitas sebanyak 5 persen (dari 20 ml menjadi 19 ml). Produk lain seperti pengharum pakaian sachet, yang tidak mengalami kenaikan harga, namun terindikasi melakukan pemotongan bonus penjualan. Sebelumnya, dalam satu renteng pengharum pakaian sachet selalu tersedia satu sachet sebagai hadiah bagi pengecer.
"Hadiah tersebut sudah ditiadakan. Bukan hanya pengharum pakaian, pedagang juga mengeluhkan produk kopi sachet juga menghilangkan bonus bagi penjual. Semuanya dilakukan untuk mempertahankan harga," kata Gunawan kepada Tempo.
Produk makanan atau jajanan kemasan anak-anak, juga diklaim isinya berkurang. Pelaku industri, baik industri rumahan hingga industri besar melakukan strategi dengan mengurangi kualitas maupun kuantitas agar harga jual produk tetap mampu menopang penjualan.
"Jika hanya patokan harga yang dijadikan acuan, maka produk-produk tersebut seakan tidak menyumbang inflasi. Tapi saya menilai, masyarakat mengeluarkan jumlah uang yang sama untuk nilai barang yang menurun. Ada penurunan kualitas hidup dari sisi ekonomi masyarakat. Dengan kata lain, harga barang memang stabil tetapi masyarakat dipaksa untuk irit," bebernya.
Sehingga besaran inflasi yang cukup terkendali setelah kenaikan harga BBM belakangan ini menyisahkan sebuah paradoks. Sejumlah wilayah di Indonesia, salah satunya Sumut diperkirakan akan merealisasikan deflasi di Oktober kemarin. Penurunan harga pada komoditas pangan khususnya cabai menjadi salah satu motornya.
Namun, Indonesia maupun sejumlah wilayah lain yang tengah berupaya meredam gejolak inflasi bisa terjebak dalam kebijakan yang justru menurunkan kualitas hidup masyarakat. Misalnya dengan menambah luas areal tanaman pangan yang jelas berpotensi membuat petani merugi. Kebijakan dengan pendekatan excess supply tersebut memang bisa meredam harga tetapi bisa mencederai para petani.
"Jika pendekatan ini diambil, sebaiknya diikuti dengan pengendalian stok agar harga di tingkat petani tetap terkendali," kata Gunawan.
Di sisi lain, banyak pelaku industri yang mengkhawatirkan terjadinya penurunan permintaan atau decrease in demand yang disiasati dengan pengendalian mutu dan kuantitas serta harga yang stabil. "Ini juga akan membuat inflasi tidak naik," tuntasnya.
Baca Juga: Revisi Proyeksi Inflasi Akhir 2022, Bank Indonesia: Lebih Rendah dari 6,3 Persen
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.