TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memastikan, tekanan inflasi di Indonesia akan mereda lebih cepat. Ditandai dengan realisasi inflasi hingga akhir 2022 yang akan lebih rendah dari perkiraannya semula.
Perry mengatakan, perkiraan inflasi ini menurun karena realisasi inflasi pada Oktober 2022 lebih sebesar 5,7 persen secara tahunan. Padahal, sebelumnya dia mengatakan, ifnlasi Oktober 2022 akan bisa mencapai 6,1 persen.
"Semula waktu penyesuaian harga BBM inflasi Oktober bisa mencapai 6,1 persen, tapi sekarang realisasinya 5,7 persen," kata Perry dalam konferensi pers KSSK, Kamis, 3 November 2022.
Baca: Bank Indonesia: Lima Persen Cadangan Devisa Dialokasikan untuk Obligasi Berkelanjutan
Berangkat dari realisasi inflasi pada Oktober 2022 yang lebih rendah dari perkiraan, Perry optimisitis inflasi hingga akhir 2022 bisa lebih rendah dari 6,3 persen atau jauh di bawah perkiraannya semula sebesar 6,6 persen.
"Nah akhir tahun semula kami perkirakan 6,6 persen, akhir tahun ini dengan realisasi ini bahkan bisa lebih rendah dari 6,3 persen, itu inflasi IHK," ucap Perry.
Adapun untuk inflasi inti, Perry meyakini realisasinya juga akan lebih rendah dari perkiraan. Menurutnya, inflasi inti pada akhir tahun bisa lebih rendah dari perkiraan semula di level 4,3 persen, terutama karena realisasi pada Oktober 2022 sebesar 3,3 persen, lebih rendah dari perkiraan 3,7 persen.
"Penyebabnya salah satunya bagaimana koordinasi pemerintah pusat dan daerah mengendalikan inflasi pangan, bahkan bu menteri beri insentif para gubernur, walikota, bupati yang bisa turunkan inflasi pangan diberi insentif," kata Perry.
Perry menekankan lebih rendahnya inflasi dari perkiraan juga dipicu stabilitas nilai tukar rupiah yang dapat terus dijaga BI di tengah terus menguatnya indeks dolar Amerika Serikat. Hal ini, katad dia,mampu meredam dampak imported inflation.
"Hasilnya depresiasi rupiah termasuk yang paling rendah dibandingkan negara-negara lain. Agar tidak menyebabkan kenaikan harga-harga di dalam negeri dari harga barang-barang impor atau imported inflation," ucap Perry.
Perry juga menganggap, terkendalinya inflasi hingga Oktober 2022 itu salah satunya akibat efektifnya kebijakan BI untuk terus menaikkan suku bunga acuan BI-7 day reverse repo rate yang saat ini telah bertengger di level 4,75 persen.
"Untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan juga memastikan inflasi inti itu bisa di bawah 4 persen lebih awal. Semula dipekirakan semester II tahun depan, dengan langkah kenaikan suku bunga ini bisa lebih awal yaitu pada paruh pertama 2023," ujar dia.
Baca: Bank Indonesia Prediksi Inflasi Inti Bakal Tetap terkendali, Ini Penjelasannya
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini