TEMPO.CO, Jakarta - Nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang menolak skema restrukturisasi polis mengharapkan Pemerintahan Prabowo dapat menuntaskan proses penyelesaian pembayaran klaim yang masih mandek.
Hal ini disampaikan oleh perwakilan pemegang polis Jiwasraya usai menghadiri audiensi dengan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK pada Selasa, 20 Agustus 2024. Audiensi berlangsung selama dua jam di kantor OJK, Gedung Sumitro Djojohadikusumo, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.
Salah satu nasabah Jiwasraya, Otto Cornelis Kaligis (OC Kaligis), menyampaikan harapannya terhadap Pemerintahan Prabowo yang akan dimulai Oktober mendatang. Pengacara tersebut menginginkan kasus asuransi Jiwasraya ini dapat terselesaikan seiring dengan perpindahan pemerintahan dari presiden Jokowi ke presiden terpilih Prabowo Subianto.
“Mudah-mudahan nanti setelah Prabowo disumpah akan taat hukum, ini dilaksanakan. Dia akan melaksanakan hukum, katanya. Kita masih percaya kepada itu,” kata dia kepada Tempo saat keluar dari ruang pertemuan, Selasa siang.
Adapun sebanyak 70 nasabah, atau sekitar 0,3 persen pemegang polis Jiwasraya, masih menolak program restrukturisasi yang ditawarkan Jiwasraya melalui pihak ketiga, yakni PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life).
Pihak pemegang polis menuntut Jiwasraya untuk segera menyelesaikan kewajiban pengembalian uang polis nasabah, dengan total klaim sebesar Rp 201 miliar. Pasalnya, meski kasus sudah berjalan enam tahun, perusahaan asuransi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini belum juga menyelesaikan kewajibannya.
Pada kesempatan yang sama, Machril, salah satu nasabah Jiwasraya yang juga diundang mengikuti audiensi bersama OJK, mengatakan masih akan menunggu dan mencermati perkembangan penyelesaian permasalahan ini, terutama saat pergantian pemerintahan pada Oktober mendatang.
“Kita coba lihat nanti seperti apa dari pemerintahan baru, tentunya pada (evaluasi kinerja) 100 hari pemerintahan baru, kita bisa coba lihat apakah ini cukup menjadi atensi bagi mereka atau tidak,” kata Machril.
Menurut dia, jika tidak diselesaikan, kasus asuransi Jiwasraya ini bisa menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Pemerintahan Prabowo. Jika dibiarkan terus, persoalan ini akan mengikis kepercayaan masyarakat. “Jadi kalau sebenarnya pemerintahan yang baru ini punya visi ke depan untuk membangun trust masyarakat, (maka) selesai (permasalahan) kita ini,” kata dia. “Ini cuma Rp 200 (miliar), it’s nothing.”
Machril sempat mengaku kecewa dengan hasil audiensi dengan OJK. Menurutnya, pertemuan ini tidak menyelesaikan apa-apa. “Sebenarnya percuma kita datang, kita sudah tahu sikap (OJK). Sangat mengecewakan. Dengan label Otoritas tapi tidak punya otoritas,” kata dia. Makanya, dia menggantungkan harapan terhadap pemerintahan selanjutnya.
Lebih lanjut, melihat hasil audiensi hari ini, Machril tidak memungkiri bahwa akan ada pihak-pihak yang melayangkan gugatan pada instansi terkait. “Jadi kalau nanti ada yang mengajukan gugatan-gugatan seperti itu, bukankah itu nanti justru menjatuhkan wibawa dari instansi sekelas OJK ini?” tutur dia.
Sebelumnya, Deputi Komisioner Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Pelindungan Konsumen OJK Rizal Ramadhani menjelaskan aset Jiwasraya saat ini hanya sebesar Rp 6,7 triliun. Dengan aset tersebut, perusahaan belum mampu membayar penuh seluruh hak para pemegang polis.
Meski begitu, kata Rizal, OJK tetap mendorong upaya menyehatkan Jiwasraya dan melindungi sekitar 350 ribu nasabah perusahaan itu. Namun, jika pembayaran kewajiban dilakukan hanya kepada sebagian pemegang polis dengan aset yang ada, dapat menimbulkan ketidakadilan bagi nasabah lainnya.
Rizal menegaskan OJK ingin kewajiban para pemegang polis tersebut dibayar penuh 100 persen dan merata jumlahnya. “Misalnya, jika satu nasabah dibayar penuh, maka yang lain mungkin hanya menerima sebagian kecil dari yang seharusnya mereka terima,” ujarnya.
Cicilia Ocha berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: OJK Sebut Aset Jiwasraya Rp 6,7 Triliun Belum Cukup untuk Bayar Klaim ke Seluruh Pemegang Polis Terdampak