“Ironinya lagi, sudah 79 tahun Indonesia merdeka akan tetapi pengakuan wilayah adat yang holistik mencakup darat dan laut masih sangat minim. Minimnya pengakuan tersebut secara langsung berpengaruh terhadap pelindungan dan pemenuhan hak-hak mereka sebagai nelayan, perempuan nelayan, dan masyarakat adat pesisir dan pulau-pulau kecil yang berdaulat dan merdeka atas ruang hidupnya", kata Susan.
Kiara mencatat hingga 2024, ada 28 provinsi yang mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K). Dari 28 provinsi tersebut, hanya 14 provinsi yang mengalokasikan ruang permukiman nelayan dengan total luas 1.238,46 hektar.
Sementara itu, pengakuan masyarakat hukum adat melalui alokasi ruang hanya terdapat di 4 provinsi yaitu Aceh, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua Barat. Per Agustus 2024, ada 14 provinsi yang menetapkan dan mengundangkan Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) yang diintegrasikan dengan Perda RZWP-3-K.
“Dari 14 provinsi tersebut tidak ada yang memberikan alokasi ruang untuk masyarakat adat di pesisir dan pulau-pulau kecil,” kata Susan.
Susan mengatakan kebijakan yang berjalan atau disiapkan di sektor ekstraktif justru menyempitkan pengakuan ruang untuk nelayan, masyarakat adat dan pesisir, serta pulau-pulau kecil. Dia mengatakan kebijakan ini justru akan melanggengkan perampasan ruang masyarakat adat dan komunitas lokal yang berdampak krisis ruang di wilayah pesisir dan pulau kecil.
“Sehingga yang menjadi pertanyaan adalah apakah selama 79 tahun ini nelayan, perempuan nelayan, dan masyarakat adat telah merdeka sepenuhnya dalam menentukan bentuk pengelolaan dan pemanfaatan ruang dan kekayaan alam yang ada didalamnya", kata Susan.
Pilihan Editor: Cek Daftar Promo HUT RI ke-79 di Shell, HokBen, Uniqlo, Marugame Udon, sampai Janji Jiwa