TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Jokowi blak-blakan soal alasan Keputusan Presiden atau Keprres Pemindahan pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, belum diteken. Menurutnya, penandatangan itu menunggu kesiapan ibu kota baru.
“Kalau cuma tanda tangan, gampang. Satu detik. Tapi, (bagaimana) kesiapan IKN itu sendiri,” kata Jokowi kepada wartawan usai membuka acara 10th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition di Jakarta Convention Center, Rabu, 18 September 2024.
Menurut kepala negara, kesiapan ibu kota baru itu penting karena begitu Keppres ditandatangani, ibu kota benar-bendah pindah. Jokowi pun mengatakan bahwa kesiapan itu pun bukan hanya soal kesiapan bangunan, tetapi ekosistem. Mulai dari fasilitas pendukung, seperti listrik, logistic, sumber daya manusia, hingga kesiapan sistem yang digunakan.
“Ini bukan pindahan rumah saja, ruwetnya kayak gitu. Ini pindahan ibu kota,” ujar ayah wakil presiden terpilih periode 2024-2029 Gibran Rakabuming Raka itu. Karena itu, menurut dia, semua hal harus diperhitungkan. “Yang tanda tangan bisa saya, bisa Pak Pak Prabowo Subianto,” tuturnya.
Pembangunan IKN dirancang dalam lima tahap hingga 2045. Proyek ini disinyalir membutuhkan anggaran Rp 466 tiliun, yang dialokasikan pemerintah dari anggaran pendapatan belanja negara (APBN) sebesar 20 persen dan non-APBN 80 persen.
Pembangunan IKN kemudian menjadi sorotan, terutama soal investasi yang masih dinilai seret. Hingga groundbreaking tahap 7, investasi yang dibukukan tercatat hanya Rp 56,83 triliun. Padahal, pemerintah jor-joran dalam memberi akses ke investor.
Sebagai contoh, pemerintah menerbitkan aturan tentang pemberian hak guna usaha (HGU) dan hak guna bangunan (HGB) yang mencapai hampir dua abad.
Anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama puun meminta pemerintah mengevaluasi proyek ini. Ia menilai aturan soal hak atas tanah itu tidak menjamin bisa menarik investor. Pasalnya, investasi di IKN seret bukan karena urusan hak atas tanah. Namun, karakteristik investasinya infrastruktur publik, sedangkan publiknya belum ada. Kalaupun ada, tidak sampai lima juta orang.
"Padahal perhitungan investasi baru menguntungkan jika minimal ada 5 juta penduduk dalam 10 tahun," kata Suryadi melalui keterangan tertulis, 12 Juli 2024.
Di sisi lain, Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan, investor juga bakal memperhatikan aspek environmental, social, and governance (ESG). Maksudnya, investor tidak menghendaki adanya deforestasi dan dampak negatif kepada masyarakat.
"Kemudian, kepercayaan investor terhadap pembangunan IKN juga dipatahkan oleh Presiden Jokowi sendiri, dengan belum juga menerbitkan Keppres tentang pemindahan IKN dari Jakarta ke Nusantara," katanya. "Presiden malah berharap pemerintahan Prabowo Subianto yang melakukannya."
Pilihan Editor: 1.000 Warga di Kawasan IKN Bakal Demo Hari Ini, Tuntut Kepastian Hak Tanah dan Ganti Rugi