TEMPO.CO, Jakarta - Ketidakpastian politik terjadi di negara penghasil utama minyak dunia dengan meninggalnya Presiden Iran Ebrahim Raisi dan saikitnya Raja Arab Saudi Salman. Namun harga minyak relatif stabil sampai Senin sore, 20 Mei 2024.
Minyak mentah Brent turun 35 sen menjadi $83,63 per barel pada pukul 12.05 GMT. Kontrak West Texas Intermediate (WTI) AS untuk bulan Juni, yang akan berakhir pada hari Selasa, turun tipis 43 sen menjadi $79,63 per barel. Kontrak Juli yang lebih aktif turun 38 sen menjadi $79,2, demikian dilaporkan Reuters.
Presiden Iran Ebrahim Raisi, seorang garis keras yang telah lama dipandang sebagai calon penerus Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, tewas dalam kecelakaan helikopter di daerah pegunungan dekat perbatasan Azerbaijan.
Kebijakan minyak Iran seharusnya tidak terpengaruh oleh kematian mendadak presiden tersebut, karena Khamenei memegang kekuasaan tertinggi yang berhak mengambil keputusan akhir dalam semua urusan negara.
Secara terpisah, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman menunda kunjungannya ke Jepang, yang dijadwalkan dimulai pada hari Senin, karena masalah kesehatan dengan ayahnya Raja Salman, kata Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yoshimasa Hayashi.
Saul Kavonic, analis energi di MST Marquee, mengatakan pasar sudah terbiasa dengan kepemimpinan Putra Mahkota Mohammed Bin Salman di sektor energi.
“Keberlanjutan strategi Saudi diharapkan terlepas dari masalah kesehatan ini,” katanya.
Di Eropa, fasilitas energi Rusia lainnya juga terkena dampaknya. Kilang minyak Slavyansk, yang terletak di wilayah Krasnodar, rusak setelah serangan pesawat tak berawak pada akhir pekan, TASS melaporkan pada hari Senin, mengutip seorang pejabat keamanan perusahaan.
Rusia melaporkan peningkatan serangan Ukraina di wilayahnya sejak pasukannya membuka front baru di wilayah Kharkiv, Ukraina timur laut, awal bulan ini.
“Dari sini, kami memperkirakan fundamental pasar secara keseluruhan akan membaik dan melihat penarikan persediaan dan pergerakan harga serupa seperti yang terjadi pada musim panas lalu, dengan minyak Brent bergerak $10 lebih tinggi dari level saat ini pada bulan September,” tulis analis JPMorgan dalam sebuah catatan pada Minggu malam.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+, dijadwalkan bertemu pada 1 Juni 2024.
“Pasar juga tampak semakin kebal terhadap perkembangan geopolitik, kemungkinan karena besarnya kapasitas cadangan yang dimiliki OPEC,” kata Warren Patterson, kepala strategi komoditas di ING.
Sementara harga emas melonjak ke rekor tertinggi baru setelah presiden Iran tewas dalam kecelakaan helikopter.
Emas batangan melonjak sebanyak 1,1 persen hingga mencapai $2,440.59 per ons setelah Presiden Iran Ebrahim Raisi, Menteri Luar Negeri Hossein Amirabdollahian dan semua penumpang lainnya tewas ketika pesawat itu jatuh di barat laut Iran.
Kematiannya telah menambah ketegangan di Timur Tengah, yang menurut para analis meningkatkan daya tarik logam tersebut, yang dianggap sebagai tempat berlindung paling aman pada saat terjadi gejolak.
Nicholas Frappell, kepala pasar institusional global di ABC Refinery di Sydney, mengatakan, pergerakan emas didorong oleh berita dan ketidakpastian mengenai apa yang terjadi di Iran.
“Pasti ada unsur pengambilan kesimpulan berdasarkan informasi yang sangat sedikit,” katanya seperti dikutip The Telegraph.
Kenaikan emas juga terjadi di tengah optimisme bahwa Federal Reserve AS akan melakukan dua kali penurunan suku bunga tahun ini setelah angka inflasi pekan lalu lebih rendah dari perkiraan.
Hal ini memberikan dukungan untuk logam mulia, yang dihargakan dalam dolar.
Pilihan Editor Setelah Disalip Malaysia, Luhut Sebut Elon Musk Pertimbangkan Bangun Pabrik Baterai Mobil Listrik