TEMPO.CO, Jakarta - Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan, yang salah satunya mengatur kandungan gula, garam, dan lemak dalam produk olahan pangan, membuat Kementerian Koperasi dan UKM dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyiapkan aturan teknis yang tidak akan memberatkan pengusaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), namun tidak membahayakan kesehatan masyarakat.
Masalah kandungan gula, garam dan lemak yang tinggi dalam makanan menjadi sorotan karena menyebabkan munculnya banyak penyakit seperti diabates, obesitas, darah tinggi dan kolesterol tinggi.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dan Kepala BPOM Taruna Ikrar bertemu di Kantor Kemenkop UKM, Jakarta, Jumat, 20 September 2024, untuk membahas implementasi dan dampak peraturan tersebut terhadap UMKM.
|
Kedua lembaga berkomitmen untuk memastikan bahwa regulasi tersebut tidak membebani para pelaku usaha UMKM di sektor pangan olahan siap saji, tetapi tetap mendukung perlindungan kesehatan masyarakat.
“Kami ingin memastikan bahwa regulasi ini bertujuan untuk menyehatkan masyarakat tanpa membebani UMKM seperti warteg dan rumah makan padang," kata Plt Deputi Bidang UKM Kemenkop UKM Temmy Satya Permana.
“Kami akan mencoba merumuskan teknisnya sehingga nanti pada saat tahapan peraturan menteri tidak memberatkan UMKM dan sifatnya melindungi masyarakat juga,” katanya.
Taruna menyatakan bahwa BPOM sedang mempertajam draf aturan terkait implementasi PP Nomor 28 Tahun 2024, yang dinilai penting karena mayoritas usaha pangan adalah kelompok UMKM.
Di sisi lain, peran UMKM sektor pangan juga sangat vital dalam menyediakan produk pangan yang aman, bermutu, dan bergizi, termasuk tidak mengandung garam, gula, dan lemak (GGL) berlebih, bagi masyarakat.
Taruna mengatakan aturan teknis dan detail dari peraturan tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam rapat koordinasi sebelum disahkan menjadi peraturan menteri atau peraturan kepala BPOM.
"Kami berharap kesepakatan itu (Peraturan turunan PP Nomor 28/2024) bisa kami tanda tangani sebelum 20 Oktober. Jadi tidak perlu ragu-ragu keberlanjutan karena ini akan berlanjut," kata Taruna.
Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan disahkan pada 26 Juli 2024, guna menjawab sejumlah tantangan kesehatan, salah satunya kandungan gula, garam, dan lemak dalam makanan.
Regulasi tersebut diterbitkan merespons isu kesehatan seperti diabetes, yang menjadi salah satu penyebab kematian terbesar secara global termasuk di Indonesia. Menurut Kementerian Kesehatan, diabetes serta penyakit turunannya seperti penyakit jantung, stroke, menjadi beban terbesar dalam Jaminan Kesehatan Nasional.
Bunyi Ketentuan Soal Gula, Garam dan Lemak
Dalam Pasal 195 PP 28 Tahun 2024 disebutkan bahwa:
(1) Setiap Orang yang memproduksi, mengimpor, dan/atau mengedarkan pangan olahan termasuk pangan olahan siap saji wajib:
a. memenuhi ketentuan batas maksimum kandungan gula, garam dan lemak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 194; dan
b. mencantumkan label gizi termasuk kandungan gula, garam, dan lemak pada kemasan untuk pangan
olahan atau pada media informasi untuk pangan olahan siap saji
Pasal 194 menyebutkan bahwa:
(1) Dalam rangka pengendalian konsumsi gula, garam, dan lemak, Pemerintah Pusat menentukan batas maksimal kandungan gula, garam, dan lemak dalam pangan olahan, termasuk pangan olahan siap saji.
(2) Penentuan batas maksimal kandungan gula, garam, dan 'lemak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan
kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang pembangunan manusia dan kebudayaan dengan mengikutsertakan' kementerian dan lembaga terkait.
(3) Penentuan batas maksimal kandungan gula, garam, dan lemak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan :
a. kajian risiko; dan/atau
b. standar internasional.
(4) Selain penetapan batas maksimum kandungan gula, garam, dan lemak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat dapat menetapkan pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Cukai Makanan Berpemanis Terlalu Rendah
Keputusan Kementerian Keuangan menerima usulan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR soal tarif cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2025 sebesar 2,5 persen, dinilai YLKI hanya main-main.
Ketua Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai tarif cukai 2,5 persen terlalu rendah. “Jika tarifnya terlalu rendah, itu namanya main-main saja. Jauh dari efektif,” katanya seperti dikutip Koran Tempo edisi 14 September 2024.
Menurut Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani, di Jakarta, Selasa, 10 September 2024, usulan tersebut sejauh ini diterima sebagai rekomendasi, namun keputusannya diserahkan kepada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Itu rekomendasi saja. Tapi nanti tergantung pemerintah tahun depan,” katanya.
Meski begitu, dia menyebut berbagai aspek akan dipertimbangkan dalam menentukan tarif cukai MBDK, tergantung kondisi pada tahun depan. “Itu nanti kita lihat, sangat tergantung kondisi tahun depan,” katanya.
Sebelumnya, usulan tarif cukai MBDK sebesar 2,5 persen diajukan oleh BAKN DPR. Dalam Rapat Kerja dengan Kementerian Keuangan pada Selasa itu, Pimpinan BAKN DPR Wahyu Sanjaya menyampaikan tarif itu bertujuan untuk mengendalikan dan mengurangi dampak negatif konsumsi MBDK yang sangat tinggi.
BAKN mendorong agar pemerintah mulai menerapkan cukai MBDK untuk mengurangi dampak negatif tersebut. Di samping itu, juga untuk meningkatkan penerimaan negara dari cukai dan mengurangi ketergantungan dari cukai hasil tembakau (CHT).
“Kami merekomendasikan pemerintah untuk menerapkan cukai MBDK sebesar 2,5 persen pada 2025 dan secara bertahap sampai dengan 20 persen,” ujar Wahyu.
Selain cukai minuman berpemanis, pihaknya juga mendorong pemerintah untuk menaikkan cukai tembakau jenis sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek mesin (SKM) minimal lima persen setiap tahun selama dua tahun ke depan.
Hal itu dalam rangka meningkatkan penerimaan negara dari CHT dan membatasi kenaikan CHT pada jenis sigaret kretek tangan (SKT) untuk mendorong penambahan penyerapan tenaga kerja.