TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Jokowi menyoroti kemungkinan hilangnya 85 juta pekerjaan di masa mendatang. Ia mengatakan, jumlah peluang kerja akan lebih sedikit dibanding jumlah angkatan kerja yang membutuhkan pekerjaan. Menurutnya, pembukaan lapangan kerja menghadapi akibat karena melambatnya perekonomian global tengah.
“Too few jobs for too many people (terlalu sedikit pekerjaan untuk terlalu banyak orang),” ujar Jokowi pada Kamis lalu, 19 September 2024.
Padahal, beberapa tahun yang lalu Jokowi mengklaim bahwa Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) dapat menjadi solusi bagi permasalahan ketenagakerjaan seperti ini. UU Cipta Kerja menurutnya dapat mendorong terbentuknya banyak lapangan kerja baru bagi masyarakat.
UU Cipta kerja bertujuan untuk menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya bagi para pencari kerja serta para pengangguran," ujar Jokowi pada 9 Oktober 2020 silam.
Omnibus Law tersebut diyakini oleh Jokowi dapat menyejahterakan kehidupan jutaan para buruh atau pekerja. Ia bahkan beranggapan unjuk rasa atau demonstrasi yang dilakukan para buruh menolak Omnibus Law terjadi akibat disinformasi atau hoax di tengah masyarakat.
"Pemerintah berkeyakinan melalui UU Cipta kerja ini, jutaan pekerja dapat memperbaiki kehidupannya dan juga penghidupan bagi keluarga mereka," kata Jokowi.
Pada sidang tahunan MPR beberapa waktu lalu, Jokowi juga kedapatan memuji UU Ciptaker. Ia memandang UU Ciptaker sebagai sebuah pencapaian di bidang hukum karena telah merevisi 88 UU dan 1.200 pasal sebagai upaya menderegulasi peraturan yang tumpang tindih.
Catatan dari Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa sepanjang 2014 sampai dengan 2024 atau berarti 10 tahun pemerintahan Jokowi, ada tren penurunan penciptaan lapangan kerja di sektor formal. Pada periode pertama pemerintahan Jokowi, 8,5 juta orang terserap oleh lapangan pekerjaan di sektor formal. Angka ini turun menjadi 2 juta orang pada periode kedua.
UU Ciptaker justru disebut-sebut menjadi biang kerok dari tren Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal akhir-akhir ini. Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatat dari Januari sampai Mei 2024, sebanyak 20 sampai 30 pabrik berhenti beroperasi serta melakukan PHK terhadap 10.800 pekerja.
Ekonom Sebut Jokowi Tak Mau Akui Kegagalan UU Ciptaker
Ekonom Celios, Bhima Yudhistira menyebut UU Ciptaker telah gagal menciptakan lapangan pekerjaan. UU itu, kata dia, malah membuat tenaga kerja yang ada tidak terserap secara optimal dan menjadi hambatan utama di dalam peningkatan serapan tenaga kerja khususnya di sektor yang formal. Hak-hak pekerja juga banyak yang dipangkas dengan adanya kebijakan ini, begitu juga dengan izin-izin lingkungan.
“Cipta Kerja ini bukannya mendorong kesempatan kerja lebih banyak, justru mempersempit lapangan kerja baru,” kata Bhima ketika dihubungi pada Ahad, 22 September 2024.
Padahal seharusnya dengan paradigma yang liberal dianut regulasi tersebut, ada banyak investasi yang dapat masuk dan membuka peluang kerja baru. Namun, kenyataannya Indonesia justru kalah saing dengan negara tetangga untuk mendatangkan investor-investor baru yang berkualitas.
“Indonesia juga makin kalah bersaing dengan Vietnam, dengan Malaysia, dengan Thailand dalam menyerap tenaga kerja dan menarik investasi yang lebih berkualitas. Jadi, Cipta Kerja ini justru menjadi hambatan,” ujarnya.
Ia pun menyebut Jokowi hanya menebar janji-janji politik. Jokowi, menurut Bhima malah mencoba lari dari tanggungjawab dengan menjadikan transformasi digital dan Artificial Intelligence (AI) sebagai alasan gagalnya UU Ciptaker membuka lebih banyak lapangan kerja.
“Mengalihkan bahwa ini persoalan transformasi digital, adanya AI, dan lain-lain. Tapi tidak menyebutkan secara spesifik bahwa ini bagian dari kegagalan kebijakannya, termasuk Undang-Undang Cipta Kerja,” ucap Bhima.
UU Ciptaker sendiri disahkan dalam rapat paripurna DPR pada Senin, 5 Oktober 2020. Pada 25 November 2021, Mahkamah Konstitusi menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat setelah melalui uji formiil. Bukannya diperbaiki, pemerintah justru menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Cipta Kerja pada 30 Desember 2022 yang selanjutnya disetujui oleh DPR menjadi undang-undang pada 21 Maret 2023.
Riri Rahayu, Han Revanda Putra, dan Dewi Nurita berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Partai Buruh Minta Prabowo Tinjau Ulang UU Cipta Kerja