Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Makin Banyak Pekerja di Sektor Ekonomi Gig, Ekonom Nilai UU Ciptaker Gagal Hadirkan Pekerjaan di Sektor Formal

Reporter

Editor

Aisha Shaidra

image-gnews
Gig Ekonomi. Shutterstock
Gig Ekonomi. Shutterstock
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyoroti adanya tren informalisasi pekerja belakangan ini. Terutama saat beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi menyinggung soal maraknya ekonomi gig. Ekonomi gig atau gig economy merupakan pasar tenaga kerja yang identik dengan kontrak kerja jangka pendek atau pekerja lepas. Biasanya pekerjaan berbasis tugas jangka pendek ini dimediasi platform digital.

Menurut Bhima, hal ini terjadi karena makin masifnya kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) belakangan ini. Pekerja yang menjadi korban PHK banyak yang kesusahan mendapatkan kerja di sektor formal, sehingga akhirnya terpaksa bekerja di sektor informal. Salah satunya menjadi ojek daring atau kurir, yang diasumsikan sebagai bagian ekonomi gig. “Mereka (korban PHK) tidak diterima lagi di sektor formal yang ada. Sehingga ketika di PHK, mereka masuklah ke ojol kurir, ke profesi-profesi yang masuk dalam pekerjaan sektor informal,” ucap Bhima ketika dihubungi pada Ahad, 22 Septmber 2024.

Baca juga:

Informalisasi pekerja ini menurut Bhima cukup berbahaya. Hal ini karena jaminan kerja hingga jenjang karier pekerja mustahil dipenuhi sektor kerja informal. “Pekerjaan sektor informal punya jaring pengamanan, kesempatan kerja, dan jenjang karir yang lebih buruk. Bahkan tidak ada jenjang kariernya,” kata Bhima.

Tren informalisasi pekerja ini menurut Bhima juga tak lepas dari gagalnya Undang-Undang Cipta kerja (UU Ciptaker) melindungi para pekerja dan membantu para pencari kerja. Undang-Undang Cipta Kerja dianggap gagal memperbesar sektor formal, termasuk menjaga keberlangsungan sektor industri manufaktur yang menjadi sektor industri penyerap tenaga kerja terbanyak.

Kegagalan UU Ciptaker ini juga disoroti Peneliti Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Muhammad Anwar. UU Ciptaker menurutnya gagal mengatasi masalah ketidakstabilan di sektor informal sehingga penciptaan lapangan kerja formal tidak terjadi dalam skala yang signifikan. "(UU Ciptaker) kurang memberikan perhatian pada bagaimana membantu pekerja sektor informal bertransisi ke sektor formal," kata Anwar ketika dihubungi pada Minggu, 22 September 2024.

Baca juga:

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebelumnya Presiden Jokowi sempat menyoroti fenomena ekonomi gig yang diprediksi akan menjadi tren perekonomian di masa depan. Ekonomi gig mencakup berbagai jenis pekerjaan, mulai dari mengelola persewaan jangka pendek, layanan bimbingan belajar, penulisan kode, pengemudi transportasi daring, pengantaran makanan, hingga penulis lepas.

Myesha Fatina Rachman berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Walhi Sebut Aturan Sedimentasi Di Laut hanya Alasan Pemerintah untuk Bisa Keruk Pasir Laut

Iklan


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada