TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan jumlah lapangan pekerjaan di masa depan akan semakin sedikit. Sementara itu, di sisi lain, ada banyak tenaga kerja yang membutuhkan pekerjaan “Kalau Bapak (dan) Ibu bertanya pada saya fokus ke mana, kalau saya sekarang maupun ke depan, kita harus fokus kepada pasar kerja. Karena ke depan terlalu sedikit peluang kerja untuk sangat banyak tenaga kerja yang membutuhkan,” kata Jokowi saat memberikan sambutan dalam Pembukaan Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII dan Seminar Nasional di Surakarta, Jawa Tengah, Kamis, 19 September 2024.
Dia menjelaskan, Indonesia yang akan mencapai bonus demografi pada 2030-an bisa menjadi sebuah kekuatan sekaligus beban. Bonus demografi itu, lanjut dia, merupakan tantangan paling besar yang akan dihadapi Indonesia untuk menjadi negara maju. “Sehingga, sekali lagi bonus demografi ini membutuhkan pembukaan kesempatan kerja yang sebesar-besarnya,” ucap Jokowi. Lantas, apa penyebab lapangan kerja semakin minim?
Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Global
Menurut Jokowi, penyebab susahnya masyarakat dalam mencari kerja di masa depan karena pertumbuhan ekonomi global yang melambat. Dia mengacu pada data World Bank atau Bank Dunia yang menyatakan pertumbuhan ekonomi dunia hanya berada di angka 2,7 persen pada 2023. “Kemudian, (pada) 2024 ini diperkirakan hanya muncul angka 2,6 persen. Tahun depan (pada 2025, data) dari World Bank, muncul angka 2 naik sedikit 2,7 persen,” ujar Jokowi.
Angka itu, menurut dia, jauh dari harapan semua negara di dunia. Dia mengklaim pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai sekitar 5,1 persen patut disyukuri, dibandingkan ekonomi global yang ada di kisaran 2,6-2,7 persen.
“Dan kalau kita lihat juga, Bank Sentral hampir semua negara memperketat kebijakan moneternya karena mengerem supaya inflasi tidak semakin naik. Artinya apa? Kalau moneter direm, industri pasti akan turun produksinya, otomatis,” kata Jokowi.
Peningkatan Otomasi
Alasan kedua, lanjut dia, karena adanya peningkatan otomasi di berbagai bidang pekerjaan. Dia menyebut, otomasi tersebut awalnya hanya berlaku pada sektor mekanik, lalu bergantian muncul kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), otomasi analitik, dan otomasi lainnya yang terus tercipta setiap harinya.
“Dan kalau kita baca, (pada) 2025, pekerjaan yang akan hilang itu ada 85 juta, pekerjaan (yang) akan hilang 85 juta, jumlah yang tidak kecil. Kita dituntut membuka lapangan kerja, (tetapi) justru di 2025, 85 juta pekerjaan akan hilang, karena tadi, adanya peningkatan otomasi di berbagai sektor,” ujar Jokowi.
Ekonomi Serabutan
Selanjutnya, kata dia, alasan ketiga dari minimnya peluang kerja di masa mendatang karena adanya gig economy atau disebut juga sebagai ekonomi serabutan. Akibat ekonomi paruh waktu tersebut, menurut dia, banyak perusahaan yang lebih memilih untuk merekrut pekerja independen.
“Ini kalau tidak dikelola dengan baik, akan menjadi tren, perusahaan lebih memilih pekerja independen, perusahaan lebih memilih pekerja freelancer (pekerja lepas), perusahaan lebih memilih kontrak-kontrak kerja jangka pendek untuk mengurangi risiko ketidakpastian global yang tengah terjadi,” kata Jokowi.
Pilihan editor: Parade Pamit Menteri-Menteri Jokowi: Air Mata Sri Mulyani, Retno Marsudi, Terakhir Menhub Budi Karya Sumadi