TEMPO.CO, Jakarta - Sampai akhir April lalu, Kementerian Kesehatan mencatat masih terdapat 200 rumah sakit swasta yang belum terakreditasi. Karena itu, RS yang belum memenuhi akreditasi sebagai mitra Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan diminta segera merampungkan proses administrasi itu.
Baca: Siap-siap, Sri Mulyani Beri Sinyal Iuran BPJS Kesehatan Naik
Wakil Presiden Jusuf Kalla menuturkan akreditasi merupakan petunjuk akan mutu dan tingkat kesiapan rumah sakit melayani peserta asuransi kesehatan publik terbesar di dunia itu.
"Perpanjang sertifikatnya, artinya diperbaiki kualitas, ubah lagi (metode layanan) dan jangan karena (pasien BPJS Kesehatan, lalu dilayani) asal-asalan," kata Jusuf Kalla i Istana Wakil Presiden Jakarta, Selasa (7/5/2019).
Kementerian Kesehatan menegaskan seluruh rumah sakit harus terakreditasi sebelum 30 Juni 2019 jika ingin lolos sanksi. Kemenkes juga tak akan memberikan perpanjangan tenggat atau toleransi kepada rumah sakit yang belum berupaya melakukan akreditasi pada tanggal tersebut.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan, Oscar Primadi, mengatakan, saat ini Kemenkes dan BPJS Kesehatanakan melihat kembali RS mana saja yang akan atau tengah dalam proses akreditasi, serta yang tak berniat melakukan akreditasi.
“Tentu kami akan lihat ini bersama dengan BPJS Kesehatan. Mana yang dalam proses administrasi, mana yang masih menunggu visitasi, dan mana yang tak berniat melakukan akreditasi,” ujarnya.
Baca: JK: Pemakaian Kartu BPJS Kesehatan Harus Diperketat
Kewajiban RS untuk melaksanakan akreditasi diatur dalam beberapa regulasi, yaitu Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit serta Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.
Selain itu, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional.
BISNIS