TEMPO.CO, Jakarta - Pembatasan BBM Bersubsidi jenis Pertalite, yang akan diterapkan pemerintah, bisa menghemat anggaran sampai Rp32 triliun. Namun pakar ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) meminta pemerintah untuk mengkaji ulang rencana kebijakan tersebut karena makin menekan daya beli masyarakat.
Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti dalam diskusi virtual di Jakarta, Kamis, 12 September 2024, mengatakan, pihaknya telah mengkaji pengetatan subsidi BBM pada tahun lalu. Upaya ini menghemat APBN hingga Rp34,24 triliun bila pembatasan dilakukan terhadap semua jenis kendaraan pribadi.
Adapun pembatasan hanya pada mobil bisa menghemat anggaran Rp32,14 triliun, pembatasan untuk pembelian maksimal 60 liter bisa menghemat Rp17,71 triliun, dan pembatasan pada mobil berkapasitas 1.400 CC bisa menghemat Rp14,81 triliun.
Akan tetapi, kebijakan ini juga berpotensi makin menekan daya beli masyarakat. Padahal saat ini, daya beli tengah tertekan bersamaan dengan menurunnya jumlah kelas menengah hingga terbatasnya penciptaan lapangan kerja.
Kondisi inflasi yang tidak sebanding dengan kenaikan upah juga disebut menjadi faktor yang menggerus daya beli masyarakat.
Jika kebijakan pembatasan BBM bersubsidi dilakukan, dikhawatirkan akan berdampak pada terkontraksinya perekonomian nasional.
“Tentu saja pembatasan Pertalite ini bisa menghemat anggaran fiskal dari APBN. Namun, kalau kita cermati lagi, ini akan berakibat kepada penurunan daya beli masyarakat dan perekonomian akan makin terkontraksi,” ujar Esther.
Luhut: Pembatasan Tak Akan Ganggu Daya Beli Masyarakat
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meyakini pembatasan pembelian BBM jenis Pertalite tidak akan mengganggu daya beli masyarakat.
“Karena yang kena (pembatasan) saya, tetapi kalau ojek daring itu tidak kena,” ujar Luhut ketika ditemui di sela-sela perhelatan Forum Tingkat Tinggi Kemitraan Multipihak (HLF MSP) dan Forum Indonesia-Afrika (IAF) ke-2 di Badung, Bali, 3 September lalu.
Ia juga menegaskan bahwa tidak ada kenaikan harga BBM. Pembatasan pembelian BBM Pertalite tersebut bertujuan untuk memastikan subsidi tersalurkan tepat sasaran.
Dengan demikian, Pertalite tidak akan bisa dibeli oleh masyarakat yang tidak berhak mendapatkan subsidi. “Saya ulangi, tidak ada kenaikan harga. Yang ada adalah orang yang tidak berhak mendapat subsidi, ya jangan dikasih subsidi,” ucap Luhut.
Kemenko Maritim: Demi Udara Lebih Bersih
Kemenko Maritim dan Investasi menyatakan penyaluran BBM bersubsidi yang lebih tepat dapat memperlebar ruang fiskal yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas dan kebersihan BBM, serta menyediakan bis listrik untuk mengatasi polusi udara perkotaan.
"Rencana kebijakannya sudah matang. BBM kita harus dibersihkan dari sulfur yang tinggi tapi itu butuh biaya. Sementara BBM bersubsidi tidak boleh naik harganya. Maka dari itu, langkah paling tepat adalah memperbaiki penyaluran BBM bersubsidi," kata Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marvest Rachmat Kaimuddin dalam sosialisasi penyaluran subsidi BBM tepat di Jakarta, Kamis.
Pemerintah merencanakan BBM bersubsidi akan dibatasi bagi mobil ber-cc besar. Bagi motor dan mobil dengan cc kecil masih dapat menggunakan biosolar dan pertalite yang merupakan produk BBM bersubsidi.
"Hanya sedikit yang akan terdampak dari kebijakan ini, di bawah tujuh persen kendaraan. Ini kita lakukan untuk melindungi lebih dari 93 persen kendaraan," kata dia.
Rachmat menegaskan bahwa harga BBM bersubsidi tidak akan naik dan pasokan akan tetap terjaga bagi masyarakat yang membutuhkan. Ia menampik anggapan bahwa rencana kebijakan ini akan menekan kelas menengah karena pembatasan kemungkinan akan dilakukan berdasarkan tipe mesin mobil.
"Rencana kebijakan ini sudah dirancang sedemikian rupa justru untuk melindungi kelas menengah. Kelas menengah akan terlindungi karena masih dapat mengakses BBM bersubsidi yang kualitasnya diperbaiki dan rendah polusi," ujarnya.
Transjakarta dukung penggunaan bis listrik
Di kesempatan yang sama, Direktur Operasional dan Keselamatan PT Transjakarta Daud Joseph menyampaikan rencana badan usaha daerah tersebut untuk secara bertahap mengoperasikan bis listrik.
"Akhir tahun ini PT Transjakarta akan menambah 500 bis baru, yang terdiri atas bis besar, bis medium dan microtrans atau kecil. Semuanya akan berupa bis listrik. Harapannya dengan lebih banyak orang beralih dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum yang nol emisi, kita bisa sama-sama atasi masalah pencemaran udara," ujar Daud.
Pada 2022, PT Transjakarta untuk pertama kali mengoperasikan bis listrik dan menemukan bahwa biaya pengoperasian bis listrik dibandingkan dengan bis berbasis solar kurang lebih sama.
Ia mengatakan pengalaman mengoperasikan 100 bis listrik pertama telah mengajarkan PT Transjakarta bahwa biaya produksi dan pemeliharaan bis listrik menjadi semakin efisien dan semakin terjangkau.
Rachmat mengatakan ekspansi dan elektrifikasi kendaraan umum merupakan kunci penanganan polusi udara terutama di Jakarta.
"Transjakarta kan sangat besar dan penting bagi kita semua. Perannya sangat sentral dalam mengendalikan polusi udara di Jakarta," ujar Rachmat.
Pakar Kesehatan Masyarakat UI Dukung BBM Rendah Sulfur
Koalisi masyarakat sipil dan pakar mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera memberlakukan kebijakan bahan bakar minyak (BBM) rendah sulfur sebagai bagian dari keseriusan pemerintah dalam mengatasi pencemaran udara.
Desakan ini hadir menyusul rencana pemerintah untuk menyesuaikan standar BBM dengan ketentuan rendah sulfur Euro4/IV sebagaimana yang sudah digariskan dalam Peraturan Menteri KLHK No 20 tahun 2017.
Rencana ini disampaikan beberapa kali oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sejak Juni 2024.
"Keadaan ini sangat mendesak karena kualitas udara kita semakin memburuk. Semua parameter yang digunakan untuk mengukur kualitas udara menunjukkan penurunan, sehingga kondisi di kota-kota besar di Indonesia, khususnya wilayah Jabodetabek, sudah memasuki tahap krisis," ujar Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal Ahmad Safrudin melalui keterangan di Jakarta, Kamis.
Adapun Guru Besar Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Profesor Budi Haryanto mengatakan polusi udara di DKI Jakarta berdampak langsung pada kesehatan.
Pada 2010, tercatat lebih dari setengah penyakit pernafasan di Jakarta disebabkan langsung oleh polusi udara dan trennya terus meningkat setiap tahunnya.
Kualitas BBM baik diesel maupun bensin yang saat ini disediakan di pasaran sebagian besar tidak memenuhi standar Euro 4/IV, karena kandungan sulfur yang sangat tinggi.
Lebih lanjut, Budi mengatakan kandungan sulfur yang tinggi ini, berkontribusi secara signifikan kepada pencemaran udara, mengingat gas buang kendaraan bermotor merupakan penyumbang polusi terbesar di wilayah perkotaan, khususnya Jabodetabek.
Indonesia sendiri sudah mengatur penerapan standar Euro4/IV dari sejak 2017 melalui Peraturan Menteri KLHK no 20 tahun 2017. Hanya saja, implementasi hanya dilakukan di sisi teknologi kendaraan, sementara pasokan BBM yang beredar di pasaran Indonesia, khususnya BBM bersubsidi, masih jauh dari standar Euro4/IV.
"Apabila kita bisa mulai membersihkan pasokan BBM di pasaran mulai hari ini sampai dengan 2028, kita bisa menekan kasus pneumonia akibat polusi udara di kota Jakarta sampai dengan lebih dari sepertiga kasus hari ini," kata Budi.
Koalisi masyarakat sipil dan pakar menyesalkan lambatnya langkah pemerintah dalam memberlakukan kebijakan BBM Bersih. Terdapat beberapa laporan media yang menunjukkan keraguan Presiden Joko Widodo dalam mendukung langkah-langkah kebijakan strategis untuk memungkinkan Pertamina dalam melakukan penyediaan BBM bersih.
Pilihan Editor Pimpin Sidang Paripurna Kabinet Terakhir di IKN, Jokowi Minta Maaf dan Pesan Jangan Buat Kebijakan Esktrem