TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Indah Anggoro Putri menanggapi pengesahan Undang-undang tentang pekerja informal di Singapura pada Selasa, 10 September 2024 lalu. Menurut dia, pengesahan peraturan ini tak serta-merta harus diikuti oleh negara-negara lain, termasuk Indonesia.
Undang-undang yang mulai berlaku tahun depan ini mengatur pengakuan dan pelindungan pekerja informal yang mencakup sopir taksi, pengemudi pribadi, dan pekerja lepas di platform aplikasi daring. Dalam undang-undang ini, mereka disebut sebagai pekerja platform.
“Ya kan itu regulasi Singapura yang baru saja terbit, bukan berarti negara lain termasuk kita harus ikut ikutan kan?” ucap Putri saat dihubungi Tempo, Kamis, 12 September 2024.
Putri mengklaim, para pekerja informal yang dikenal juga sebagai gigs worker ini telah dilindungi pula oleh pemerintah di Indonesia. Menurut dia, permasalahan ini merupakan isu biasa. Bentuk-bentuk perlindungan itu, kata dia, dapat dibaca di berbagai media.
Tak hanya itu, Putri mengungkit Pasal 10–11 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021. Aturan itu mengatur tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Di pasal itu, PKWT dapat dilakukan dengan Perjanjian Kerja harian. Perjanjian ini diteken dengan ketentuan pekerja bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 bulan.
Jika bekerja bekerja 21 hari atau lebih selama 3 bulan berturut-turut, hubungan kerja harian menjadi tidak berlaku dan hubungan kerja antara pengusaha dengan peker berubah berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). “Pengusaha wajib memenuhi hak-hak pekerja termasuk hak atas program jaminan sosial,” bunyi pasal itu.
Dilansir dari The Straits Time, UU pekerja platform di Singapura akan berlaku mulai 1 Januari 2025. Beleid ini akan menetapkan mereka sebagai kategori hukum yang berbeda dengan karyawan dan wiraswasta. Kelompok ini juga akan mendapatkan kontribusi yang lebih besar dalam skema tabungan Dana Provident Pusat (CPF), yang disesuaikan dengan iuran karyawan dan pemberi kerja.
Operator platform juga harus menyediakan polis asuransi kompensasi kecelakaan kerja standar dengan tingkat cakupan yang sama dengan karyawan. Selain itu, pekerja platform, yang tidak dapat berserikat berdasarkan undang-undang saat ini, akan dapat membentuk badan perwakilan yang disebut asosiasi pekerja platform, dengan kekuatan hukum yang serupa dengan serikat pekerja.
Menteri Senior Negara Bidang Ketenagakerjaan Koh Poh Koon mengatakan Singapura adalah salah satu negara pertama di dunia yang memberikan perlindungan hukum bagi pekerja platform sebagai kelompok tersendiri.
Pilihan Editor: 6 Poin Tuntutan dalam Aksi Demo Ojol di Beberapa Titik Jakarta: Legalkan Ojek Online