TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini masih menunggu diterbitkannya peraturan pemerintah (PP) untuk menentukan batas gaji yang akan dikenakan program pensiun tambahan alias potongan gaji teranyar.
OJK, menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun, Ogi Prastomiyono, hanya berfungsi sebagai pengawas untuk memastikan keselarasan program pensiun sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
“Isu terkait ketentuan batas pendapatan berapa yang kena wajib program pensiun tambahan itu belum ada, karena PP belum diterbitkan. OJK dalam kapasitas pengawas,” katanya dalam konferensi pers Dewan Komisioner yang dipantau secara daring pada Jumat, 7 September 2024.
Program Pensiun
Program pensiun tambahan ini merupakan amanat dari UU P2SK, yang menyatakan bahwa pemerintah dapat melaksanakan program pensiun wajib di luar program jaminan hari tua (JHT) dan jaminan pensiun yang sudah ada melalui BPJS, Taspen, dan sistem jaminan sosial nasional. Menurut Ogi, ketentuan lebih lanjut mengenai program ini harus mendapatkan persetujuan dari DPR.
“Program pensiun Pensiun wajib dengan kriteria tertentu yang akan diatur dalam peraturan pemerintah. Diamanatkan dalam UU P2SK ini itu ketentuannya itu harus mendapatkan persetujuan DPR,” kata Ogi.
Masih Dibahas
Di sisi lain, Wakil Ketua Bidang Perindustrian Kadin Indonesia, Bobby Gafur Umar, mengungkapkan bahwa pihaknya masih mengikuti perkembangan terkait isu pemotongan gaji pekerja untuk program pensiun tambahan yang masih dibahas oleh pemerintah. Bobby menyoroti bahwa rencana ini dapat menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, terutama jika kebijakan tersebut membebani pekerja dan mengurangi daya beli mereka yang sudah rendah saat ini.
Rencana Iuran
Pekerja di Indonesia sudah harus membayar beberapa iuran dari gaji mereka, seperti BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, serta iuran lainnya. BPJS Kesehatan untuk PNS memotong 5% dari gaji, di mana 4% ditanggung oleh pemberi kerja dan 1% oleh peserta.
BPJS Ketenagakerjaan mencakup Jaminan Kematian (JKM) dengan iuran 0,3% dari perusahaan, Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dengan iuran bervariasi antara 0,24% hingga 1,74%, serta Jaminan Hari Tua (JHT) dengan iuran 5,7% dari gaji, yang terbagi antara pekerja dan pemberi kerja. Jaminan Pensiun (JP) memerlukan iuran sebesar 3%, dengan kontribusi 2% dari perusahaan dan 1% dari pekerja.
Selain ragam potongan gaji itu, Pajak Penghasilan (PPh 21) dikenakan pada penghasilan tahunan di atas Rp 60 juta dengan tarif progresif antara 5% hingga 35%, dan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) memotong 3% dari gaji bulanan, dengan 0,5% ditanggung pemberi kerja dan 2,5% oleh pekerja, yang mulai berlaku paling lambat pada tahun 2027.
TIM TEMPO
Pilihan editor: Wacana Potongan Gaji Pekerja: Untuk BPJS Kesehatan Hingga Tapera