Faisal Basri mengungkit kebijakan pemerintah membagikan wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) kepada ormas keagamaan. Menurut Faisal Basri, ormas yang menerima konsesi itu tak hanya Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Ormas-ormas lain juga mengantre kado cuma-cuma dari pemerintah ini.
Pembagian konsesi tambang kepada ormas keagamaan ini tak dilakukan melalui lelang seperti layaknya pemberian kepada badan swasta, tapi dengan penunjukan. Faisal Basri menyebut cara ini termasuk merupakan perusakan tatanan yang terjadi di Indonesia. “Tatanannya dirusak, kemudian diperlukan sosok-sosok yang pokrol bambu gitu," kata Faisal Basri.
Faisal Basri juga mengkritik rencana pemerintah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen per 1 Januari 2025.
Menurut dia, kebijakan itu hanya akan merugikan rakyat kecil. Faisal Basri menaksir tambahan pendapatan negara yang akan diperoleh negara melalui kenaikan tarif itu tidak akan sampai Rp 100 triliun. Alih-alih menaikkan PPN, kata Faisal Basri, pemerintah seharusnya menerapkan pajak ekspor batu bara untuk meningkatkan pendapatan negara.
“Itu coba bayangkan tambahan pendapatan dari menaikkan dari 11 ke 12 persen itu enggak sampai Rp 100 triliun. Padahal kalau kita terapkan pajak ekspor untuk batu bara itu bisa dapat Rp 200 triliun,” kata Faisal Basri dalam diskusi Indef bertajuk Kemerdekaan dan Moral Politik Pemimpin Bangsa yang dipantau Tempo secara daring pada Selasa, 20 Agustus 2024.
RIO ALPIN PULUNGAN | HAN REVANDA PUTRA berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan Editor: BPS Sebut Deflasi 4 Bulan Berturut-turut Pernah Terjadi Saat Krisis Moneter 1998 dan Krisis Ekonomi 2008