TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengumpulkan sejumlah mantan Menko Perekonomian serta pejabat lain di kantornya, Selasa, 27 Agustus 2024. Pertemuan itu bermaksud untuk membahas tentang potensi kelas menengah RI. Direktur Indonesia Future Studies (INFUS), Gde Siriana, mengatakan rencana pemerintah untuk meningkatkan potensi kelas menengah itu mesti didukung dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen.
Gde menyayangkan kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo sejak awal mengutamakan infrastruktur sehingga tak bisa mengangkat ekonomi di atas 5 persen. “Minimal harus tumbuh 7 persen agar elastisitas setiap 1 persen pertumbuhan mampu menyerap kerja baru hingga 500 ribu. Kalo pertumbuhan hanya 5 persen paling antara 150-200 ribu. Hari ini susah banget cari kerja bagi yang lulusan baru. Apalagi bagi yang kena PHK tapi usianya sudah di atas 30-an tahun,” kata Gde dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Tempo pada Rabu, 28 Agustus 2024.
Gde menyebut kalau kelas menengah itu berada di level sipervisor hingga direksi, perusahaan hingga saat ini belum bisa pulih sempurna sejak pandemik Covid-19. Oleh karena itu, Gde menyebut pemutusan hubungan kerja hingga efisiensi kerja perusahaan akan menekan posisi kelas menengah ini. “Akhirnya perusahaan lakukan efisiensi lantas muncul penghapusan bonus, gaji tidak naik hingga pensiun dini bahkan PHK. Daya beli mereka jadi turun,” kata dia.
Gde mengatakan kondisi itu lebih parah di kelompok buruh. Kelompok ini, kata Gde, menjadi korban rezim investasi yang menetapkan sistem kerja kontrak atau outsourcing. “Mereka banyak jadi korban rezim Investasi dengan adanya outsourcing. Sebentar kerja, putus kerja, cari kerja lagi. Padahal mereka ujung tombak konsumsi nasional. Daya beli mereka kuat maka akan meningkatkan omzet perusahaan produsen, kelas menengah yang ada di dalam perusahaan akan naik juga pendapatannya,” kata Gde.
Oleh karena itu, Gde mengatakan pemerintah mesti menaikkan pendapatan kelas bawah, buruh, dan pekerja informasi seperti ojek online, pedagang kecil, nelayan, dan petani. Menurut dia, jika daya beli kelompok ini meningkat, konsumsi dan kelas perusahaan juga akan naik. “Caranya ya beri pekerjaan sebanyak mungkin untuk kelas bawah ini. Buka manufaktur sebanyak mungkin. Jika China manufakturnya sudah tumbuh lagi, bahkan sampai over supply, kenapa kita gak bisa,” kata Gde.
Airlangga Kumpulkan Eks Menko Perekonomian Bahas Kelas Menegah
Dalam pertemuan kemarin, Airlangga menumpulkan eks Menteri Perekonomian. Tampak lima bekas Menko yang hadir itu meliputi Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Menko periode 2021-2004; Aburizal Bakrie periode 2004-2005; Sri Mulyani, Plt menko periode Mei-Agustus 2008; Chairul Tanjung periode Mei-Oktober 2014; dan Darmin Nasution periode 2014-2019. Tampak hadir pula plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, dan Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani.
Selepas dialog yang digelar tertutup mereka menemui wartawan. Airlangga memaparkan kelas menengah penting dibahas karena sebagai motor penggerak perekonomian. Namun angkanya menurun sejak covid 19. “Seperti yang dikatakan oleh Menteri Keuangan, ini sebagai scaring effect, di mana ini diharapkan bisa diperbaiki ke depannya,” kata Airlangga, selepas diskusi Peran dan Potensi Kelas Menengah Menuju Indonesia Emas 2045 di kantornya, Selasa, 27 Agustus 2024.
Poin pembahasan dalam pertemuan itu salah satunya terkait pola konsumsi. Hasil kajian menunjukkan pengeluaran terbesar berasal dari segi sektor makanan, diikuti perumahan, kesehatan, pendidikan, hingga hiburan atau sektor jasa. Selanjutnya, perumahan menjadi prioritas kedua terbesar, sehingga sektor perumahan ini juga penting bagi kelas menengah.
Pemerintah menurut Airlangga sudah menempuh beberapa upaya. Di antaranya lewat beberapa program seperti perlinsos, insentif pajak, Prakerja hingga Kredit Usaha Rakyat (KUR). Terkait insentif pajak, Airlangga melanjutkan telah ditetapkan insentif pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sektor perumahan sebesar 100 persen sampai Desember 2024, setelah sebelumnya 50 persen. Menurut Airlangga hal ini sudah disetujui oleh Presiden Joko Widodo. “Di mana PMK (peraturan menteri keuangannya)-nya sedang disiapkan Menkeu,” ujarnya.
Pemerintah juga mendorong Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan yang merupakan dukungan kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dari semula 166 ribu unit jadi 200 ribu unit. Dengan dua kebijakan tersebut diharapkan dapat mendorong kemampuan kelas menengah dan sektor konsumsi.
Ilona Esterina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: PUPR: Akses Air Minum Layak di Indonesia belum 100 Persen Terpenuhi