TEMPO.CO, Jakarta - Head of Macroeconomics & Financial Market Research Permata Bank Faisal Rachman menyebut Bank Inonesia (BI) mempunyai peluang untuk memangkas suku bunga acuan atau BI Rate sebanyak satu hingga dua kali di sisa tahun ini. Dia menyebut, peluang tersebut menyusul sinyal dovish dari The Fed mengenai pemangkasan suku bunga acuan atau Fed Fund Rate (FFR).
"Jika memang The Fed itu melakukan pemotongan di tahun ini dan dilakukannya multiple tidak hanya 25 basis poin (bps), sebenarnya BI memang punya ruang (pemotongan BI Rate)," kata Faisal dalam virtual media briefing pada Kamis, 8 Agustus 2024.
Dia menyebut, data-data terkini Amerika Serikat (AS) memang sudah melemah melebihi target yang sudah dikeluarkan oleh The Fed bulan Juni. Kondisi tersebut, kata Faisal, akhirnya membuat ekspektasi pasar cenderung pada kesimpulan bahwa ekonomi AS itu sudah sangat melemah lebih dari yang diantisipasi.
"Ekspektasi market sebenarnya sempat 125 bps pemotongan di tahun ini. Jadi 50 bps di September, 50 bps di November, 25 bps di Desember," tuturnya.
Akan tetapi setelah beberapa hari kemudian, kata Faisal, ternyata ekonomi AS tidak selemah itu alias pasar mengalami overreacting. Saat ini, menurut dia, kemungkinan resesi AS semakin mengecil. "Jadi, market itu sekarang ekspektasinya ada di antara 75 sampai 100 bps untuk pemotongan di tahun ini. Jadi, sudah mulai kembali lagi seperti yang sebelumnya sudah diantisipasi oleh market."
Peluang inilah yang pada akhirnya juga membuka ruang pemangkasan suku bunga oleh BI. Dia menuturkan, ada tiga hal yang diperhatikan BI terkait potensi penurunan suku bunga acuan. Pertama, terkait dengan tingkat inflasi. Faisal menjelaskan, inflasi RI berada di level yang sangat terjaga, di bawah dari mid target BI tahun ini.
Kedua, terkait kondisi keseimbangan eksternal. Meskipun ada risiko pelebaran defisit current account balance, namun kata Faisal, sifatnya masih kecil dan di bawah dari rata-rata sebelum pandemi. Ditambah lagi dengan tren surplus yang masih berlanjut, meskipun mengalami penurunan.
"Dari dua hal itu saja sebenarnya sudah bisa memberikan ruang bahwa memang BI masih bisa melakukan pemotongan suku bunga di tahun ini," kata Faisal.
Faktor ketiga, menurut dia, adalah kondisi global, terutama dari sisi suku bunga The Fed. Selain sinyal dovish dari The Fed, ada sejumlah sentimen eksternal lain yang dia soroti. Misalnya jika tensi geopolitik di Timur Tengah membaik, lalu dampak ketidakpastian terkait Pemilu di AS juga tidak terlalu mengganggu pasar.
"Saya lihat sih memang The Fed itu bisa melakukan multiple cut rate, sehingga membuka ruang untuk BI dapat melakukan pemotongan satu atau dua kali tahun ini," ujarnya.
Pilihan Editor: Kapal Penampung Minyak Tertua di Dunia Milik Pertamina Pensiun