Kemudian membaiknya pasar tenaga kerja dan inflasi yang tetap persisten tinggi di Amerika Serikat, telah mendorong meningkatnya share off atau aksi jual pasar obligasi di salah satu negara ekonomi terkuat dunia tersebut.
Adapun kenaikan hasil obligasi AS (yield US Treasury) telah meningkatkan keluarnya modal dari pasar negara berkembang (emerging market), termasuk Indonesia, dalam mendorong pelemahan pada nilai tukar dan pasar obligasi yang signifikan.
Di Eropa, kata Ibrahim, kinerja ekonomi diprediksi masih mengalami stagflasi. Sementara di Tiongkok pemulihan ekonomi masih belum sesuai harapan dan kinerja ekonomi yang masih di level pandemi. “Tentunya ini akan meningkatkan kekhawatiran bagi pemulihan perekonomian global,” tuturnya.
Sementara tingkat inflasi Indonesia juga tercatat sebesar 2,28 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) atau sejalan dengan ekspektasi pasar 2,2 persen (yoy). Namun secara umum, daya beli masyarakat masih tertekan yang terlihat dari inflasi inti yang kembali turun, serta penurunan indeks kepercayaan konsumen dan kinerja penjualan ritel yang rendah.
Pilihan editor: Analis: Rupiah Masih Berpotensi Melemah Pekan Depan, Dipengaruhi 2 Sentimen