INFO BISNIS – PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk kian optimistis kinerja perseroan akan semakin baik. Perseroan pun menargetkan pertumbuhan kredit di kisaran 10-12 persen pada tahun ini.
Direktur Manajemen Risiko BRI Agus Sudiarto menuturkan beberapa faktor pendorong pertumbuhan kredit tersebut. Pertama, kondisi ekonomi makro Indonesia sejauh ini masih sangat kondusif untuk mendukung pertumbuhan kredit.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I/ 2023 sebesar 5,03 persen secara tahunan. Sedangkan Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2023 tetap kuat pada kisaran 4,5-5,3 persen, didorong oleh perbaikan permintaan domestik dan tetap positifnya kinerja ekspor.
“Kedua mengenai stimulus dari pemerintah tetap berjalan sehingga akan mendorong bisnis di UMKM juga akan berjalan ke depannya. Kemudian yang lain adalah daya beli. Ini cukup penting untuk pertumbuhan UMKM ke depan sebagai fokus bisnis BRI,” ujar dia. Menurutnya, jika daya beli tumbuh dengan baik akan mendorong permintaan kredit perbankan.
Ketiga, mengenai kebijakan suku bunga dimana BI tidak menaikannya secara agresif. “Kalau suku bunga secara umum kondusif untuk pertumbuhan ekonomi, hal ini juga akan mendorong permintaan kredit di industri perbankan,” ujar dia.
Sementara itu, BRI juga terus mencatatkan penurunan jumlah restrukturisasi kredit pasca pandemi. “Alhamdulillah saat ini sudah jauh berkurang. Posisi Juni 2023 tinggal sekitar Rp83,2 triliun atau sekitar 7,64 persen dari total kredit BRI. Jadi setiap bulan kami turun antara Rp3 triliun sampai Rp5 triliun. Mudah-mudahan sisanya ini kami bisa kelola, sehingga dapat terus menurun hingga rasio Loan at Risk (LAR) BRI bisa kembali dari 15,1 persen di Juni ini ke single digit. Mungkin akan kami dapat di akhir tahun depan atau tahun 2025,” ujarnya.
Kendati demikian untuk memperkuat kondisi yang semakin membaik, pihaknya menerapkan strategi konservatif dengan mengalokasikan dana pencadangan yang lebih dari memadai sebagai salah satu mitigasi risiko. BRI tidak ingin mengabaikan kondisi ekonomi di tataran global yang masih penuh ketidakpastian.
Seperti diketahui kondisi geopolitik di Eropa karena karena perang Ukraina-Rusia masih memanas. Tren era suku bunga tinggi diberlakukan banyak bank sentral termasuk di Amerika Serikat pun masih terjadi. Belum lagi tren laju inflasi di berbagai belahan dunia masih tinggi. (*)