Sementara itu, ia berujar harga CPO berdasarkan tender PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) sebelum PMK terbit berkisar Rp7 ribu hingga Rp 8 ribu per kilogram CPO. Sejak PMK 115 terbit, kata Gulat, harga CPO maksimum berada di angka Rp 9.250 per kilogram dan selanjutnya turun seperti hasil tender KPBN tanggal 25 Juli lalu, yaitu Rp 8.750 sampai Rp 9.105 per kilogram.
Gulat menyatakan seharusnya sejak PMK 115 terbit, minimum harga CPO naik Rp 3 ribu per kilogram. "Jika ditransmisikan ke harga TBS, maka seharusnya naik paling tidak Rp 1 ribu per kilogram. Idealnya harga CPO Rp 12rb per kilogram dan harga TBS Petani Rp2.450 per kilogram," ucap Gulat.
Sementara itu, menurut Gulat anggapan bahwa kebijakan pemerintah dalam menghapus pungutan ekspor tidak mempengaruhi laju export, tidak sepenuhnya benar. Sebab, dengan hilangnya pungutan ekspor yang nilainya US$ 200 per ton telah menaikkan margin eksportir. "Paling tidak Rp 3 juta per ton CPO. Ini tentu menambah semangat eksportir," ucap Gulat.
Namun, ekspor CPO memang melambat sejak larangan ekspor dicabut pada 19 Mei 2022. Hal itu disebabkan benerapa faktor, antara lain DMO, DPO, fussh out (FO), pungutan ekspor (PE) dan Bea Keluar (BK). Menurut Gulat lima faktor itu adalah beban ekspor.
Ia berujar, pemerintah baru menghapus satu beban. Gulat pun meminta pemerintah pun mencabut kebijakan DMO, DPO, dan FO. "Kami petani sawit dan semua stakeholder sawit saling bersepakat bahwa DMO dan DPO sudah saatnya dikesampingkan sementara, karena sudah tidak sesuai dengan tujuannya," ucap Gulat
Sedangkan aturan FO, menurutnya memang sudah seharusnya dihapus lantaran sudah berakhir masa berlakunya per akhir Juni 2022.
Menurut dia, sampai saat ini DMO, DPO dan FO selalu menjadi beban saat tender KPBN sehingga sangat menekan harga CPO di KPBN. Namun, harga CPO tidak terlalu anjlok jika merujuk pada Permendag nomor 55 tahun 2015 tentang harga referensi CPO Kementerian Perdagangan.
Ia menyebutkan, jika dikurangi beban-beban ekspor tadi yang jumlahnya mencapai US$488, harga CPO menjadi Rp16.900 per kilogram. Kemudian harga TBS menjadi Rp 3.380 per kilogram. Sementara harga CPO di KPBN per 25 Juli 2022 hanya Rp 8.750 sampai Rp 9.105 per kilogram.
"Oleh karena itu harga CPO harus dikembalikan ke jalur pemerintah (Kementerian Perdagangan), masak nasib 17 juta petani di tender di KPBN?" kata dia.
Menurutnya, Kementerian Perdagangan tidak perlu khawatir jika DMO dan DPO dicabut akan menjadikan bahan baku minyak goreng langka. Karena, kata dia, mengesampingkan DMO dan DPO itu bersifat sementara sampai stok CPO dalam negeri normal kembali dari 7,2 ton menjadi 3-4 juta ton.