TEMPO.CO, Jakarta -Sejumlah produsen berancang-ancang menaikkan harga barangnya, setelah kurs rupiah menembus level 14 ribu per dolar Amerika Serikat. Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia, Adhi Siswaja Lukman, mengatakan perusahaan makanan dan minuman akan menaikkan harga setelah Idul Fitri.
Industri makanan dan minuman sebenarnya sudah mengantisipasi fluktuasi kurs dengan mengimpor stok bahan baku sejak beberapa bulan lalu. “Tapi pelemahan rupiah terus berlanjut. Jika berlangsung sampai akhir kuartal kedua, pada awal kuartal ketiga kami akan menaikkan harga,” kata Adhi kepada Tempo, Selasa, 29 Mei 2018.
Menurut Adhi, industri makanan dan minuman masih mengandalkan bahan baku impor, seperti susu, garam, tepung terigu, dan gula. Dengan kurs rupiah di atas 14 ribu per dolar AS, kenaikan harga bahan baku bisa mencapai 3-7 persen. “Omzet kami bisa tergerus,” ucapnya.
Simak: Rupiah Melemah, Presiden Jokowi Pusing
Masalah serupa dihadapi pula oleh perusahaan obat-obatan yang 95 persen bahan bakunya diimpor. Kepala Komite Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia, Vincent Harijanto, mengatakan kurs rupiah saat ini jauh di atas perkiraan mereka, 13 ribu per dolar AS. “Ternyata lebih tinggi Rp 1.000 itu mempengaruhi kenaikan harga bahan baku 7-8 persen,” kata dia.
“Industri farmasi bakal terjerat kesulitan,” kata Vincent. Mereka hendak menaikkan harga, tapi tak akan mudah. Kontrak jangka panjang tahunan dengan pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan untuk suplai obat-obatan menyulitkan mereka mengubah harga. Sedangkan pemasok bahan baku obat di luar negeri tidak mau memberi harga tetap untuk jangka panjang.
Pihak yang juga berencana menaikkan harga adalah pengusaha baja. “Namun ini pun bukan pilihan baik karena daya serap pasar terbatas saat dolar mahal,” ujar Direktur Eksekutif The Indonesian Iron & Steel Industry Association, Hidayat Triseputro. Mereka akan bernegosiasi dengan konsumen, seperti kontraktor infrastruktur, sebelum menentukan harga baru.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan akan menempuh beberapa langkah jangka pendek untuk mendongkrak kurs rupiah. Salah satunya adalah memperkuat intervensi ganda yang telah dilakukan sejak 2013. Selain operasi moneter dengan mengucurkan cadangan devisa, bank sentral akan menstabilkan pasar surat berharga negara (SBN) dengan membeli SBN dari pasar sekunder.
Bank Indonesia, kata Perry, terus berkomunikasi dengan pelaku pasar, perbankan, dunia usaha, dan ekonom untuk membentuk ekspektasi kurs rupiah yang rasional. "Kalau informasi terbatas, ekspektasinya bisa ke mana-mana. Tapi kalau informasinya kami berikan terus, ekspektasinya bisa normal," ujar dia.
GHOIDA RAHMAH | LANI DIANA