TEMPO.CO, YOGYAKARTA - Perdebatan panjang soal penentuan batas tarif taksi online atau berbasis aplikasi di DIY akhirnya selesai usai Dinas Perhubungan DIY mempertemukan perwakilan taksi online dan taksi regular di Dinas Perhubungan DIY Kamis 15 Juni 2017.
"Tarif batas bawah dan batas atas antara taksi online disepakati sama dengan tarif taksi regular," ujar Kepala Bidang Angkutan Dinas Perhubungan DIY Agus Harry Triono usai rapat koordinasi lebaran di Kantor Gubernur DIY, Jumat 16 Juni 2017.
Baca Juga:
Agus menuturkan besaran tarif batas bawah dan batas atas taksi online yang sama dengan reguler itu yakni Rp 4000 dan Rp 6000 per kilometer. Padahal sebelumnya, tarif batas bawah taksi online hanya berkisar Rp 2000-3000.
Simak: Aturan Baru Sebabkan Taksi Online Lebih Mahal
Menurut Agus, meski tarif batas bawah dan atas sama, di lapangan harga tarif taksi online bisa tetap lebih rendah dibanding taksi regular. Sebab ada tiga komponen perhitungan tarif taksi regular yang tak termasuk dalam hitungan tarif taksi online.
Yakni tarif buka tutup pintu, tarif tunggu/berhenti, dan tarif minimun untuk jarak dekat. Misalnya untuk menempuh perjalanan pendek sepanjang jalan Malioboro, jika taksi reguler punya tarif dasar untuk jarak pendek Rp 25 ribu, maka taksi online bisa di bawah tarif dasar itu karena tak memasukkan tarif minimum jarak pendek.
"Meski batas tarif itu sama, tetapi di lapangan bisa lebih rendah taksi online, jadi sekarang tergantung pelayanannya konsumen memilih yang mana," ujarnya.
Selisih tarif taksi online dan reguler ini sering memicu protes keras dari para pengemudi taksi reguler juga Organisasi Angkutan Darat DIY.
Simak: Sultan HB X Teken Pergub Taksi Online
Agus menambahkan dari kesepakatan mengenai tarif itu selanjutnya dikirimkan ke pemerintah pusat untuk persetujuan sebelum dimasukkan sebagai poin untuk membuat surat keputusan gubernur. Surat keputusan gubernur soal tarif ini sebagai tindak lanjut telah ditekennya peraturan gubernur DIY tentang taksi online pada akhir Mei 2017 lalu. "Hari ini juga (16 Juni 2017) kesepakatan tarif taksi online ini ke pusat," ujar Agus.
Soal kuota taksi online, dalam pertemuan dengan pihak taksi online dan reguler itu belum terjadi titik temu. Agus menuturkan, pemerintah DIY mengusulkan adanya penentuan kuota taksi online secara bertahap dari tahun ke tahun sesuai evaluasi kebutuhan. "Salah satu acuan penentuan taksi online adalah adanya bandara baru Kulon Progo, jelas DIY butuh armada angkutan lebih representatif dan lebih banyak, dan kuota taksi online bisa ditambah untuk itu," ujarnya.
Ketua Organda DIY Agus Andrianto menuturkan pengaturan soal tarif online memang diharapkan setidaknya sama dengan taksi reguler. "Jadi taksi online juga harus menetapkan batas tarif seperti hitungan perkilometer seperti yang diberlakukan pada taksi konvensional, ini sebagai asas keadilan," ujarnya.
Koordinator paguyuban Koperasi Taksi Pandawa, Prakosa Sasangka menuturkan, di Yogya kini pihaknya memperkirakan sudah ada 1000 lebih taksi pelat hitam berbasis aplikasi. Seperti Grab dan Go Car. Jumlah taksi pelat hitam ini sebanding dengan jumlah taksi reguler di Yogya yang berjumlah 1025 taksi dari 20 perusahaan koperasi.
Prakosa menambahkan yang membuat gerah kalangan taksi reguler dengan keberadaan taksi pelat hitam ini adalah soal penentuan tarif. Sebab taksi pelat hitam jelas jauh lebih murah, bahkan bisa selisih sampai 75 persen dari tarif taksi reguler. "Dengan jarak sama, tarif kami Rp 100 ribu mereka bisa cuma Rp 25 ribu," ujarnya.
Beban tarif besar taksi reguler ini menurut Prakasa lebih karena mengikuti ketentuan angkutan umum pemerintah. Selain harus mengurus izin armada, trayek, dan pajak lain, taksi reguler juga wajib ada tarif tunggu yang hitunganya Rp 400 per 30 detik. "Taksi pelat hitam ini berhenti di lampu merah tak dihitung bisa bablas saja, nah kalau kami kan dihitung tarif tunggu, jelas lebih mahal," ujarnya.
Prakasa menambahkan, taksi reguler juga memiliki hitungan tarif per kilometer sekitar Rp 4000.
PRIBADI WICAKSONO