TEMPO.CO, Jakarta - Rupiah masih mencoba untuk menguat meski masih terbatas seiring masih adanya potensi kenaikan laju dolar AS. Terutama setelah pada Senin malam kurs dolar AS kembali menguat terhadap sebagian besar mata uang utama yang didorong pernyataan positif Federal Reserve tentang pasar tenaga kerja di negara itu.
"Kami harapkan kondisi tersebut tidak banyak membuat Rupiah melemah lebih dalam. Cermati berbagai sentimen yang ada," kata analis senior dari Bina Artha Securities Reza Priyambada dalam pesan tertulisnya, Selasa, 20 Desember 2016.
Dalam risetnya, Reza memperkirakan rupiah akan bergerak di kisaran support Rp 13.390 dan resisten Rp 13.338. Penguatan laju dolar AS, seiring masih adanya imbas pertemuan The Fed (FOMC) sebelumnya yang mengindikasikan akan ada kenaikan suku bunga acuan, tampaknya tidak kembali membuat laju rupiah melemah.
"Terlihat di perdagangan awal pekan ini, laju Rupiah mampu mengalami kenaikan. Bersamaan dengan itu, BI baru merilis desain baru mata uang Rupiah," kata Reza.
Dengan melihat realisasi dan ekspektasi kondisi-kondisi pasar tenaga kerja dan inflasi, FOMC memutuskan untuk menaikkan target Fed rate ke kisaran 0,50 - 0,75 persen. The Fed juga merilis proyeksi-proyeksi ekonominya yang diperbarui, yang menunjukkan perkiraan tiga kenaikan suku bunga pada tahun depan.
Reza menambahkan, penguatan rupiah juga didukung oleh harga minyak mentah yang menguat karena investor melihat solidnya sikap dari para produsen OPEC dan non OPEC dalam memangkas produksi pada tahun depan. "Terpantau, sejumlah harga minyak mentah cenderung menguat," kata dia.
Selain itu, penguatan rupiah didukung pasar yang merespon positif optimisme dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang akan fokus terhadap upaya pencapaian penerimaan perpajakan hingga akhir tahun, agar tidak terlalu meleset dari target yang ditetapkan dalam APBN-Perubahan 2016.
DESTRIANITA