TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Bank Danamon, Wisnu Wardana memperkirakan rupiah pada 2019 akan berada pada level Rp 14.725 per dolar Amerika Serikat. Dia mengatakan level tersebut merupakan angka rata-rata sepanjang 2019.
BACA: Rupiah Melemah Menyusul Keraguan atas Kesepakatan AS - Cina
"Kami memprediksi nilai tukar rupiah akan bergerak pada rata-rata Rp 14.725 per dolar AS. Sedangkan pada akhir tahun akan berada pada level Rp 14.820 per dolar AS," kata Wisnu dalam paparanya pada acara "Economic Outlook for Media" di Menara Bank Danamon, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis, 6 Desember 2018.
Dalam perkiraan pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN 2019, rupiah diperkirakan berada pada rentang Rp 14.700 hingga Rp 15.200 per dolar AS. Adapun, menurut catatan Bank Indonesia, hingga 16 November 2018 rupiah tercatat telah terdepresiasi hingga 7,14 persen.
Adapun nilai tukar rupiah dalam Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate atau JISDOR tercatat melemah. Pada Kamis, 6 Desember 2018, rupiah pada JISDOR berada pada angka Rp 14.507 dari sebelumnya Rp 14.383 per dolar Amerika Serikat.
Wisnu mengatakan fundamental rupiah masih akan terdampak dari kondisi neraca pembayaran, khususnya defisit transaksi berjalan. Menurut dia, secara fundamental neraca pembayaran saat ini masih dalam kondisi tertekan.
"Itu lah yang bikin rupiah bergerak. Dibandingkan negara lain, Indonesia bedanya disitu," kata dia.
Sementara itu, posisi rupiah juga masih akan bergerak dan cenderung lemah seiring dengan kondisi surat utang pemerintah dalam portofolio investasi yang melambat. Selain itu kondisi neraca perdagangan khususnya ekspor-impor juga masih akan ikut mempengaruhi nilai tukar pada 2019.
Wisnu menuturkan, kondisi perang dagang lewat perang tarif antara Cina dan Amerika Serikat yang hanya ditahan juga masih membayangi kondisi nilai tukar pada 2019. Karena itu, kata dia, rupiah masih memerlukan kebijakan yang tepat untuk menahan laju pelemahan.