TEMPO.CO, Jakarta - PT Pandanarum Kenanga Textile (Panamtex) ditetapkan pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang, pada 12 September 2024. Pada perkara ini, pemohon pabrik tekstil pailit tersebut adalah Budi Purwanto dan Sukamto yang merupakan eks karyawan Panamtex.
Mereka sudah melayangkan gugatan ini sejak 12 Juli 2024 dengan nomor perkara 10/Pdt.Sus-Pailit/2024/Pn Niaga Smg. Pada perkara ini, hakim ketua, Pesta Partogi Hasiholan Sitorus, mengabulkan gugatan pemohon dengan menetapkan Panamtex pailit.
“Menyatakan PT Pandanarum Kenanga Textile (PT Panamtex) selaku Termohon dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya,” bunyi putusan Pengadilan Negeri Semarang, seperti tercatat dalam pn-semarangkota.go.id.
Perusahaan tekstil PT Pandanarum Kenanga Textile (Panamtex) di Pekalongan, Jawa Tengah, dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang, Kamis, 12 September 2024. Istimewa
Sritex Pailit
Sebelum Panamtex, Sritex lebih dahulu dikabarkan menghadapi kondisi sulit, tetapi perusahaan tekstil ini berhasil melaluinya. Sritex lolos dari pailit usai mayoritas kreditur sepakat menerima proposal perdamaian emiten industri tekstil tersebut.
Juru bicara Pengadilan Niaga Semarang, Eko Budi Supriyanto, menyampaikan, Sritex sudah beberapa kali mendapatkan perpanjangan penundaan pembayaran kewajiban utang (PKPU) sesuai ketentuan tidak lebih 270 hari.
Lalu, pada 21 Januari 2022, Sritex menuntaskan rapat kreditur di Pengadilan Niaga Semarang yang menyepakati rencana damai oleh semua kreditur separati. Dengan kesepakatan ini, voting mencapai kuorum sehingga Sritex dan tiga anak usahanya sukses mendapatkan restrukturisasi. Adapun, ketiga anak perusahaan tersebut adalah PT Sinar Pantja Djaja (SPD), PT Bitratex Industries (BI), dan PT Primayudha Mandirijaya (PM).
Sritex telah memperjuangkan langkah hukum sejak 19 April 2021 saat pertama kali PKPU diajukan. Permohonan itu dikabulkan pada 12 Mei 2021 dengan nomor Putusan 12/Pdt.SusPKPU/2021/PN.Niaga.Smg.
Berdasarkan data Tim Pengurus PKPU Sritex, total tagihan Sritex mencapai Rp26 triliun. Keseluruhan tagihan ini berasal dari kreditur separatis senilai Rp716,7 miliar dan tagihan kreditur konkuren Rp25,3 triliun. Setelah kesepakatan tercapai, Sritex akan merestrukturisasi pokok utang bilateral dan utang sindikasi senilai US$344 juta menjadi fasilitas Unsecured Term Loan selama 12 tahun.
Sritex juga akan merestrukturisasi pokok terutang dari utang bilateral dan utang sindikasi senilai US$ 267,2 juta sebagai Secured Working Capital Revolver selama 5 tahun. Sementara itu, pokok utang bilateral dan utang sindikasi akan direstrukturisasi menjadi Secured Term Loan dengan jangka waktu 9 tahun.
Di sisi lain, Direktur Utama PT Sritex, Iwan (Wawan) Kurniawan Lukminto, membenarkan Sritex sempat berada di jurang pailit, tetapi dapat ditangani dengan baik.
“Melalui public expose itu kami juga sampaikan tentang kondisi pertekstilan sekarang ini yang memang kurang baik dan di situ juga kita sampaikan bahwa kondisi Sritex saat ini sudah ada sedikit perbaikan. Tapi kalau untuk kabar di sosmed bahwa kami bangkrut atau apa, itu bukan berita yang benar,” ucap Wawan, pada 29 Juni 2024.
Saat ini, Wawan mengungkapkan, utilitas Sritex berada pada 70-80 persen yang masih bisa mengekspor produk ke sejumlah negara melalui pasar mereka. Ia juga menyebutkan, alasan industri tekstil pailit atau sedang terpuruk, yaitu faktor internal (dampak pandemi dan daya beli masyarakat menurun) serta eksternal (peperangan, perlambatan ekonomi global, barang masuk dari Cina atau impor, dan regulasi pemerintah).
RACHEL FARAHDIBA R | SEPTIA RYANTHIE
Pilihan Editor: PT Sritex Bantah Perseroan Bangkrut, Tapi Akui Pendapatan Turun Drastis