TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan Amerika Serikat yang menjual wadah penyimpanan dari plastik Tupperware Brands dan anak-anak perusahaannya ajukan pailit akibat bisnis mereka merosot dan margin perusahaan tertekan.
Tupperware Brands telah menemani masa kecil anak-anak Indonesia sebab perusahaan ini telah berkiprah selama hampir 80 tahun, dan produk-produknya digunakan secara luas di Tanah Air.
Baca juga:
Dilansir dari laporan Bloomberg pada Senin, 16 September 2024, Tupperware berencana mengajukan pailit, serta pelindungan pengadilan setelah melanggar ketentuan utangnya dan meminta bantuan penasihat hukum serta keuangan. Laporan tersebut mengatakan persiapan kebangkrutan dimulai setelah negosiasi berkepanjangan dengan para kreditur Tupperware.
Punya Produk Bervariasi
Tupperware didirikan pada 1946 di Leominster, Massachusetts, Amerika Serikat oleh ahli kimia Earl Tupper. Berkantor pusat di Orlando, Florida, AS, perusahaan ini memanufaktur produk persiapan, penyimpanan, penyajian untuk dapur dan rumah, serta produk kecantikan.
Tercetus Saat Terjadi Keterpurukan Ekonomi Global 1929
Dilansir dari dari situs resmi Tupperware, sang pendiri mendapat inspirasi membangun Tupperware saat membuat cetakan di pabrik plastik tak lama setelah Depresi Besar, peristiwa penurunan drastis tingkat ekonomi di seluruh dunia mulai 1929. Karenanya, Tupper merasa terdorong untuk merancang segel kedap udara untuk wadah penyimpanan plastik agar dapat membantu keluarga-keluarga menghemat uang dan tidak boros makanan.
Beroprasi di Lebih dari 100 Negara
Pada 1960-an, produk-produk Tupperware mulai dijual di Eropa, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Dari 1970-an hingga 2000-an, perusahaan itu melakukan perluasan katalog produknya, menjual wadah buah dan sayuran hingga tempat makanan bagi anak-anak. Tupperware beroperasi di lebih dari 100 negara, termasuk di Indonesia.
Indonesia Pernah Jadi Pasar Terbesar
Produk Tupperware mulai dipasarkan di Tanah Air sejak 1991 oleh salah satu distributor Jakarta. Menurut catatan terakhir Tupperware Indonesia, mereka telah memiliki 74 distributor yang tersebar di seluruh negeri.
Pada 2013, Indonesia bahkan pernah menjadi pasar terbesar Tupperware, menurut laporan The New York Times pada 2015. Angka penjualan di Indonesia tahun itu mencapai lebih dari US$200 juta dengan 250.000 distributor.
Terlilit Utang 10,7 Triliun
Berdasarkan laporan Bloomberg pada Senin, 16 September 2024, Tupperware berencana mengajukan pelindungan pengadilan setelah melanggar ketentuan utangnya dan meminta bantuan penasihat hukum serta keuangan. Laporan tersebut mengatakan persiapan kebangkrutan dimulai setelah negosiasi berkepanjangan dengan para kreditur Tupperware atas utang lebih dari US$ 700 juta, atau setara Rp10,7 triliun dengan kurs saat ini.
Hadapi Krisis Likuiditas
Pada Agustus 2024, Tupperware mengatakan bahwa perusahaan tersebut menghadapi krisis likuiditas. Tupperware mengalami lonjakan penjualan singkat selama periode pandemi Covid-19, ketika orang-orang lebih banyak memasak di rumah dan banyak membeli wadah plastik kedap udara untuk menyimpan sisa makanan. Namun setelah itu, terjadi lonjakan pascapandemi terhadap biaya bahan baku penting seperti resin plastik, serta tenaga kerja dan pengiriman semakin menekan margin perusahaan.
Perusahaan tersebut mencatat aset senilai US$500 juta (Rp7,6 triliun) hingga US$1 miliar (Rp15,3 triliun) dan liabilitas senilai US$1 miliar - $10 miliar (Rp15,3 triliun - Rp153 triliun), menurut pengajuan kebangkrutan di Pengadilan Kepailitan AS untuk Distrik Delaware.
NI KADEK TRISNA CINTYA DEWI | NABILA AZZAHRA I REUTERS
Pilihan Editor: 3 Hal yang Disinyalir Penyebab Tupperware Bangkrut