Selanjutnya, pengaruh ekonomi China di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Sulawesi Tengah (Sulteng) , Papua Barat, dan Kalimantan Utara (Kaltara) menyusul dengan skor 83,33 persen. Hal ini didorong oleh besarnya investasi China pada pertambangan nikel di Sulteng dan Sulbar, bahan bakar minyak (BBM) dan gas di Papua Barat, dan pembangunan infrastruktur, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTA) Kayan untuk mendukung Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kaltara.
Adapun rata-rata nasional dari 38 provinsi skor pengaruh ekonomi China di Indonesia adalah sebesar 47,37 persen. Berdasarkan pola dalam laporan tersebut, Monica meneruskan, China berinvestasi di daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) dengan upah yang terjangkau.
Penghitungan skor ini secara metodologis, lanjut Monica, didasarkan pada tiga indikator evaluasi.Proses pengumpulan data dilakukan pada April-Juli 2024. Adapun dataset yang terkumpul pada rentang tahun 2000-2024.
Indikator evaluasi pertama adalah mengevaluasi apakah China merupakan mitra dagang utama di setiap provinsi. Kedua, mengevaluasi apakah entitas bisnis besar di provinsi-provinsi tersebut merupakan anggota kamar dagang China atau terafiliasi dengan aliansi China seperti Silk Road Chamber of International Commerce dan Belt and Road Industrial and Commercial Alliance.
Terakhir, mempertimbangkan apakah pemerintah daerah di provinsi-provinsi tersebut telah memberikan kelonggaran regulasi atau mendirikan zona ekonomi khusus untuk menarik investasi dari China.
Selain pengaruh di bidang ekonomi, laporan tersebut juga menunjukkan pengaruh China di tujuh bidang lainnya, yaitu akademik, media, kebijakan luar negeri, politik lokal, kemasyarakatan, penegakan hukum, dan teknologi.
Pilihan Editor: Rekomendasi Kebijakan Ekonomi untuk Prabowo-Gibran jika Donald Trump Menang Pemilu AS