TEMPO.CO, Jakarta - Center of Economic and Law Studies atau Celios baru saja meluncurkan analisis berjudul China-Indonesia Provincial Index. Riset ini memaparkan bagaimana pengaruh Tiongkok di 38 Provinsi.
Direktur Cina-Indonesia Celios, Muhammad Zulfikar Rakhmat mengatakan ada 8 sektor utama yang diteliti yakni ekonomi, kemasyarakatan, akademik, politik lokal, kebijakan luar negeri, penegakan hukum, teknologi dan media. Berdasarkan temuannya, hubungan Cina-Indonesia tidak lagi melalui pemerintah pusat.
“Beberapa pengaruh belakang ini datang ke Indonesia tidak melalui Jakarta saja Tapi langsung berubah ke provinsi di Indonesia,” kata Zulfikar di Jakarta, Kamis 22 Agustus 2024.
Dengan Cina langsung berhubungan dengan provinsi, ia melanjutkan, negara tersebut bisa dapat banyak keuntungan. Salah satunya adalah memangkas birokrasi yang rumit di pusat. Dari perspektif kritis, Zulfikar mengatakan Cina melihat bahwa dengan berinteraksi langsung ke pemerintah daerah lebih menguntungkan, karena mereka kurang paham betul tentang Cina.
Dari 8 elemen penelitian, ditemukan salah satu pengaruh signifikan adalah sektor ekonomi. Berdasarkan analisis, persentase keterlibatan negeri tirai bambu tersebut paling tinggi di Jawa Tengah. Hal ini menurut Zulfikar disebabkan adanya pembangunan kawasan ekonomi khusus atau KEK Batang, di mana area tersebut banyak investor Cina. Pengaruh Cina di Jateng mendapat skor 100 persen.
Sementara itu, provinsi-provinsi seperti Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Papua Barat mengikuti dengan skor masing-masing 83,3 persen. Hal ini menunjukkan kuatnya hubungan ekonomi yang difasilitasi oleh investasi China di sektor-sektor seperti pertambangan nikel dan pengembangan infrastruktur di wilayah tersebut.
Sementara itu, Kalimantan Utara, yang juga memperoleh skor 83,3 persen. Cina terlibat secara strategis dalam proyek-proyek China terkait dengan pembangunan di IKN, termasuk mega proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air Kayan.
Peneliti Celios, Lay Monica Ratna Dewi, mengatakan Jawa Tengah memang muncul sebagai pusat aktivitas ekonomi Cina di Indonesia, khususnya pada pembangunan KEK Batang. Kebanyakan investasi Cina juga masuk di kendal, itu untuk misalnya pabrik baja atau pabrik baterai. Jadi masih ada hubungannya dengan rantai pasok industri ekstraktif termasuk di kelompok provinsi yang skornya moderat tapi masih cukup tinggi, seperti Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua Barat dan Kalimantan Utara.
“Tetapi bisa kita lihat juga bahwa daerah-daerah yang punya sumber daya alam atau sumber daya manusia untuk sebagai sumber buruh yang affordable (murah), itu menarik perhatian Cina,” kata Monica.
Ia menambahkan landskap tiap daerah variasinya berbeda, termasuk faktor geografis, ketersediaan SDA sangat mempengaruhi. Begitu pula kebijakan pemerintah pusat dan daerah. “Kalau di Jawa Tengah sendiri itu di masa Ganjar itu memang kita mengamati adanya kedekatan juga antara partai pendukung Ganjar dengan Cina,” kata dia.
Dinamika politik, menurut dia berpengaruh pada bagaimana investor menanamkan uangnya. Meski demikian, kontribusi yang besar tidak langsung menunjukan dampaknya bagi kesejahteraan atau peningkatan ekonomi daerah tersebut.
Akademikus Hubungan Internasional Fisip, Universitas Indonesia, Ardhitya Eduard Yeremia Lalisang mengatakan dengan demikian, Indonesia juga masih perlu melihat alternatif-alternatif hubungan ekonomi dengan negara lain pula.
Pilihan Editor: Daftar Formasi CPNS KKP 2024 untuk Lulusan SMA hingga S2 dan Kisaran Gajinya