TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar membeberkan sepuluh lubang fiskal yang ditinggalkan oleh pemerintahan Joko Widodo. Selama Presiden Jokowi memerintah, Media menyebutkan, terjadi kekacauan dalam tata kelola fiskal di Indonesia.
“Jokowi tidak hanya mewariskan anaknya, tetapi juga kekacauan yang luar biasa dalam tata Kelola fiskal di Indonesia,” tutur Media dalam diskusi publik dan peluncuran riset bertajuk Tantangan Pemulihan Ekonomi Pemerintahan Prabowo-Gibran: 10 Lubang Fiskal Warisan Joko Widodo pada Kamis, 12 September 2024.
Media menjelaskan kesepuluh lubang fiskal tersebut antara lain pertumbuhan ekonomi yang stagnan di angka 5 persen. Kemudian, defisit anggaran yang semakin lebar hingga sekitar 170 persen, rasio utang terhadap PDB yang meroket dari 24,7 persen menjadi 39,13 persen, hingga jebloknya rasio pajak.
Di masa Jokowi, kata Media, pembiayaan utang juga selalu lebih tinggi dibanding pembiayaan investasi. Hal ini menunjukkan negara terlalu bergantung pada utang serta minim investasi produktif yang dapat meningkatkan risiko fiskal dalam jangka panjang.
Selain itu, belanja modal untuk perlindungan sosial ke masyarakat juga minim. Sementara, BUMN tetap menjadi sapi perah untuk memenuhi ambisi Jokowi. Padahal, beberapa BUMN mengalami pertumbuhan aset yang minim dengan angka di bawah 15 persen.
“BUMN tertatih-tatih untuk memenuhi ambisi itu, dan ini berbahaya ke depan karena dominasi utang BUMN itu cukup dominan,” ujar ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut.
Tiga lubang fiskal lainnya yang dicatat oleh Celios adalah belanja modal untuk perlindungan lingkungan hidup yang rendah dan penyempitan ruang fiskal untuk inisiatif misi berkelanjutan. Serta proyek ambisius Ibu Kota Nusantara (IKN) yang dianggap delusi.
Pilihan Editor: Kala Faisal Basri Kritik Utang Pemerintah yang Terus Meningkat hingga Harus Berutang untuk Bayar Bunga