TEMPO.CO, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah tajam pada akhir sesi perdagangan hari ini Senin, 5 Agustus 2024. Menutup akhir perdagangan, IHSG berada di level 7.059,65 atau melemah 3,4 persen. Pagi ini, IHSG dibuka di level 7.308,12.
Bahkan berdasarkan data Gogle Finance, IHSG sempat berada di titik terlemahnya pada level 6.998,81. Pada pukul 14.10 WIB, IHSG juga sempat berada di level 7.005,99.
Merujuk pada data RTI, hingga akhir perdagangan hari ini, frekuensi transaksi tercatat sebanyak 1.351.094 kali. Adapun volume saham yang diperdagangkan sebanyak 24,94 miliar lembar senilai Rp14,25 triliun. Sepanjang perdagangan hari ini, sebanyak 62 saham terpantau menguat, 592 saham melemah, dan 134 saham lainnya stagnan.
Bursa Asia kompak melemah hingga akhir perdagangan hari ini. Indeks Nikkei melemah 4.451,29 poin atau 12,4 persen menjadi 31.458,4. Sementara itu, indeks Hang Seng melemah 247,15 poin atau 1,46 persen menjadi 16.698,35 dan Shanghai melemah 44,64 poin atau 1,54 persen menjadi 2.860,69. Kemudian, indeks Strait Times juga melemah 137,78 poin atau 4,07 persen menjadi 3.243,66.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta Utama, mengungkapkan sejumlah faktor yang pelemahan IHSG serta bursa Asia lainnya hari ini. Mulai dari lesunya data Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur, dinamika non-farm payroll AS, ketegangan geopolitik, hingga perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II.
Nafan menyoroti, PMI manufaktur menunjukkan pelemahan, baik secara global maupun Indonesia. "Bila kita melihat data-data manufacturing PMI, misalnya dari global maupun Indonesia khususnya, itu hasilnya di bawah 50. Berarti mulai terjadi kontraksi, padahal sebelumnya terjadi ekspansi," katanya kepada Tempo pada Senin, 5 Agustus 2024.
Berdasarkan data S&P Global, PMI manufaktur Indonesia pada Juli 2024 mengalami kontraksi menjadi 49,3. Pada bulan sebelumnya, PMI manufaktur Indonesia berada di level 50,7. Data ini, kata Nafan, menandakan potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi global, termasuk Indonesia. "Memengaruhi misalnya pelemahan jumlah orders, pelemahan output, juga penyerapan tenaga kerjanya kurang, sehingga membuat manufaktur mengalami kontraksi."
Faktor kedua pelemahan bursa saham adalah dinamika non-farm payroll AS yang meningkat sekitar 114 ribu atau di bawah ekspektasi. Kemudian, tingkat pengangguran di AS juga naik menjadi 4,3 persen. "Misalnya non-farm employment change juga ternyata hasilnya di bawah ekspektasi. Angka pengangguran AS juga mengalami kenaikan. Jadi, ya, wajar saja," kata Nafan.
Faktor berikutnya berkaitan dengan dinamika geopolitik di kawasan Timur Tengah, yang terjadi antara Israel dan Yordania. Dari dalam negeri, sentimennya adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2024 hanya 5,05 persen secara tahunan. Artinya, pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II turun dibandingkan kuartal I yang mencapai 5,11 persen. Pada kuartal II 2023, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,17 persen.
Pilihan Editor: Airnav Indonesia Uji Coba Prosedur Jalan Tol Udara Lintas Negara