1. Jokowi Bakal Tagih Komitmen Investasi Asing untuk IKN Setelah 17 Agustus
Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan dia akan mengundang lagi investor asing untuk menanamkan modal di proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) setelah Upacara 17 Agustus 2024.
Kepala negara menekankan lagi bahwa sudah lebih dari 300 investasi asing yang sudah tanda tangan perjanjian kerja sama. “Yang sudah masuk akan mulai diundang lagi untuk melihat dan kita lihat memang perubahan kecepatannya (pembangunan) terlihat,” kata Jokowi di IKN, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, pada Ahad, 28 Juli 2024, dikutip dari video yang diterima Tempo.
Jokowi mengatakan bahwa sebelumnya investor masih menunggu regulasi yang ada di Otorita IKN. Namun saat ini, masalah itu sudah selesai. Eks Gubernur Jakarta itu tidak merinci aturan mana yang dikeluhkan oleh penanam modal. “Nanti akan kita kumpulkan. Dan juga tanda tangan PKS-nya (perjanjian kerja sama) sudah realisasi semua,” katanya.
Berita selengkapnya baca di sini.
2. Bahlil Akui Masyarakat Lokal Belum Dapat Manfaat Hilirisasi: Paling Banyak Investor dan Pemerintah Pusat
Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengakui masyarakat lokal di sekitar tambang belum mendapatkan manfaat dari hilirisasi. Dia mengatakan hal itu merupakan hasil dari penelitian yang sedang dia kerjakan.
“Memang penelitian saya, hilirisasi itu yang mendapat manfaat paling besar sekarang ini adalah investor dan pemerintah pusat,” kata Bahlil saat memberi kuliah di Universitas Paramadina, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 27 Juli 2024.
Namun, Bahlil mengklaim belum meratanya manfaat hilirisasi bukan kesalahan pemerintah. Menurut dia, kekurangan hilirisasi tak akan terungkap bila pemerintah tak pernah memulai. Sebelum era Presiden
Joko Widodo atau Jokowi, Bahlil mengklaim pemerintah tak berani mengeksekusi Undang-Undang Hilirisasi. Padahal, beleid itu telah ada sejak 2004. "Empat tahun begitu jalan, kita lihat ada hal yang harus kita perbaiki,” kata dia.
Berita selengkapnya baca di sini.
Selanjutnya: 3. Ekonom Kritik Rencana Wajib Asuransi Kendaraan Bermotor....