Dengan catatan, pengiriman barang dilakukan maksimal 3 kali dalam 1 tahun untuk pekerja yang terdaftar pada Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), dan maksimal 1 kali untuk pekerja selain terdaftar pada BP2MI. Jika nilai barang lebih dari US$ 500, kata Askolani, akan dikenakan bea masuk atas selisihnya sesuai ketentuan yang berlaku.
“Selain itu, hal ini ditetapkan untuk mendorong tertib administrasi para pekerja migran pada lembaga yang menaunginya," tutur Askolani.
Ia menambahkan bahwa pembebasan bea masuk juga akan diberikan terhadap barang bawaan penumpang berupa HKT dan barang pindahan. Dalam aturan tersebut, terdapat kebijakan khusus untuk HKT pekerja migran melalui skema bawaan penumpang, yang akan diberikan pembebasan bea masuk terhadap maksimal 2 unit HKT untuk 1 kali kedatangan dalam 1 tahun.
“Sedangkan untuk barang pindahan, akan diberikan pembebasan bea masuk dengan mengacu pada ketentuan perundang-undangan mengenai impor barang pindahan,” ucap Askolani.
Di lapangan, pengiriman barang dari luar negeri melibatkan beberapa pihak termasuk Ditjen Bea dan Cukai sebagai pemeriksa fisik barang. Dalam tugasnya, Ditjen Bea dan Cukai hanya berwenang untuk memeriksa, sedangkan kesiapan barang sebelum diperiksa dan pengemasan hingga pengantaran barang adalah wewenang penyelenggara pos.
Adapun mengenai barang belum diterima atau diterima dalam kondisi tidak sesuai, penerima barang dapat melakukan konfirmasi kepada penyelenggara pos. Namun terkait status pemeriksaan barang di Bea Cukai, pengirim atau penerima barang dapat melakukan penelusuran melalui www.beacukai.go.id/barangkiriman.
Pilihan editor: Anggaran Kemenhan 2024 Naik Jadi Rp 386 Triliun, Ini Kata Sri Mulyani