TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pemasok Energi dan Batu Bara Indonesia alias Aspebindo menyikapi kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang melarang mulai tanggal 1 -31 Januari 2022. Kebijakan ini ditempuh untuk memenuhi kebutuhan pasokan batu bara Pembangkit Listrik Tenaga Uap di dalam negeri. Belakangan, kebijakan tersebut menuai pro-kontra di dunia usaha khususnya sektor Batubara dan sektor penunjangnya.
Ketua Umum Aspebindo, Anggawira, mengapresiasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM serta PLN yang berupaya untuk menjaga kestabilan pasokan dalam negeri. Menurutnya kekayaan batubara yang dimiliki Indonesia memang seharusnya diutamakan untuk kesejahteraan masyarakat.
“Langkah untuk menjaga pasokan dalam negeri perlu kita apresiasi. Akses terhadap listrik yang terjangkau merupakan kebutuhan mutlak untuk membawa Indonesia naik kelas dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kami di Aspebindo mendorong anggota kami untuk terus memenuhi permintaan dalam negeri terlebih dahulu," kata Anggawira dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin, 3 Januari 2021.
Aspebindo berharap Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM bersama PLN mampu menjaga pasokan batubara dalam negeri dengan menyesuaikan harga acuan batu bara (HBA) DMO dengan harga internasional. Dari fenomena kelangkaan ini, Anggawira menyebut perlunya wadah komunikasi yang melibatkan para pelaku usaha batubara nasional dalam merumuskan kebijakan.
"Kami memahami ini ada kaitannya dengan kebutuhan PLTU PLN yang saat ini masih krisis memasuki awal tahun, dan langkah ini untuk menjaga agar pasokan listrik dari PLN di dalam negeri tetap dapat terpenuhi, di samping itu kemungkinan komitmen pasokan Kontrak Batubara antara Pemasok dengan PLN belum terpenuhi sesuai volume yang dibutuhkan PLN," ujar Sekretaris Jenderal Aspebindo Muhammad Arif.