Abdillah juga mengatakan, perlunya pembatasan impor daun tembakau. Menurut dia, situasi impor daun tembakau di Indoensia amat buruk. “Dalam masalah impor daun tembakau, kita selevel dengan Zimbabwe, Pakistan, dan Muzambique pada 2016, dan yang paling tinggi ya Indonesia, 80an ton. Hanya di Indonesia volume impornya jauh melebihi volume ekspor,” kata dia.
Pembatasan impor tembakau, kata Abdillah, bisa dilakukan dengan menaikkan tarif bea masuk dan mengendalikan kuota impor. Selain itu, menurut dia, jika tarif cukai rokok naik, yang berimbas turunnya konsumsi rokok karena harga jual eceran naik, maka pabrik rokok akan mengurangi impor tembakau dan mengalihkan membeli tembakau dalam negeri.
Ia mengingatkan, pada dasarnya, industri akan berusaha mencari mana yang lebih menguntungkan. “Industri rokok bukan sinterklas atau malaikat. Harusnya kalau baik hati harus memenuhi kebutuhan tembakau dari dalam negeri,” ucapnya. Produksi rokok di Indonesia sebanyak 320 miliar per tahun batang dengan kebutuhan bahan baku 300 ribu ton daun tembakau. Produksi daun tembakau dari petani lokal ada 200 ribu ton per tahun. Walhasil, masih membutuhkan 100 ribu ton.
Ilustrasi larangan merokok. Ulrich Baumgarten/Getty Images
Secara logika, kekurangan kebutuhan itu dipenuhi dengan mengimpor tembakau dari luar. Tapi yang terjadi, kata Abdillah, impor bahan tembakau lebih besar sehingga daun tembakau produksi petani Indonesia tidak terserap semua.
Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan, Jakarta, Mukhaer Pakkanna meminta pemerintah menaikkan tarif cukai rokok minimal sebesar 20 persen per tahun. ITB Ahmad Dahlan, kata dia, juga meminta pemerintah menyederhanakan layer cukai dari sepuluh saat ini menjadi delapan cukai saja pada tahun depan.
Mukhaer berharap kenaikan cukai rokok bisa memberikan dampak pada penurunan konsumsi rokok dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Dalam mata rantai produksi rokok, kata dia, petani merupakan hulu yang memberikan suplai akan bahan baku.
“Sehingga kebijakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) sebesar 50 persen penggunaan yang diterima daerah benar-benar untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat di antaranya untuk petani,” kata Mukhaer. Jika melihat porsi penggunaan DBHCHT cukup besar untuk kesejahteraan petani, Mukhaer meminta mereka mendukung kenaikan tarif cukai rokok. “Sesuai Permenkeu, pemanfaatannya jelas dikembalikan untuk kesejahteraan petani,” katanya.
Baca juga: Faisal Basri Usul Kebijakan Cukai Rokok Disederhanakan, Ini Sebabnya