TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Development Economic and Finance (INDEF) berharap pemerintah mengeluarkan gebrakan di sisi fiskal untuk mengatasi pelemahan rupiah. "Sejauh ini moneternya sudah jor-joran naikkan suku bunga acuan, tapi dari fiskal belum ada gebrakan," ujar peneliti Indef Bhima Yudhistira kepada Tempo, Jumat, 20 Juli 2018.
Contohnya, adalah memberikan keringanan Pajak Penghasilan (PPh) Badan dan bea keluar untuk industri berorientasi ekspor. Selain itu, pemerintah juga bisa melakukan perbaikan infrastruktur pendukung pariwisata agar pemasukan devisa semakin besar.
Baca: Rupiah Melemah, Industri Manufaktur Terancam Kalah Daya Saing
Bhima menyebut Bank Indonesia dan pemerintah ke depannya mesti meningkatkan koordinasi. "Jadi moneter dan fiskal saling support," kata dia lagi. Sementara, untuk bank sentral, langkah yang bisa dilakukan adalah intervensi cadangan devisa secara terukur dan menjaga likuiditas valuta asing.
Kurs rupiah kembali mengalami pelemahan. Berdasarkan Jakarta Interspot Dollar Rate Bank Indonesia, nilai tukar rupiah menginjak level Rp 14.520 per dolar Amerika Serikat pada Jumat, 20 Juli 2017 pukul 12.21 WIB.
Dengan begitu, rupiah menginjak level terlemahnya di pekan ini. Kurs rupiah dibuka di level Rp 14.396 per dolar AS pada awal pekan ini, Senin, 16 Juli 2018. Nilai tukar sempat menguat tipis ke level Rp 14.391 pada Selasa, 17 Juli 2018.
Namun, sehari setelahnya, kurs terus melemah dengan menginjak level Rp 14.406 per dolar AS. Pada Kamis, 19 Juli 2018, rupiah kembali meloyo di level Rp 14.418 per dolar AS.
Dewan Gubernur Bank Sentral mengumumkan kebijakannya menahan suku bunga acuan di 5,25 persen. Sebelumnya, BI menaikkan suku bunga 100 basis poin dalam dua bulan terakhir.
Baca: Gubernur BI Sebut Kurs Rupiah Overvalue, Apa Artinya?
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menegaskan arah kebijakan moneter akan tetap 'hawkish' atau progresif namun pelonggaran dilakukan melalui kebijakan makroprudensial.
Di tengah tekanan kuat terhadap rupiah saat ini, Peryy menyebutkan besaran bunga acuan saat ini sudah cukup untuk membuat imbal hasil instrumen keuangan di pasar domestik menarik dan membawa investor asing kembali ke Tanah Air.
Tekanan ekonomi global saat ini terhadap Indonesia, kata Gubernur BI tersebut, paling banyak bersumber dari perkembangan perang dagang China dan AS. Sejak Januari 2018 hingga 18 Juli 2018, rupiah sudah melemah 5,8 persen (year to date/ytd).