TEMPO.CO, Jakarta - Kurs rupiah kembali mengalami pelemahan. Berdasarkan Jakarta Interspot Dollar Rate Bank Indonesia, nilai tukar rupiah menembus level Rp 14.520 per dolar Amerika Serikat pada Jumat, 20 Juli 2017 pukul 11.03 WIB.
Baca: Gubernur BI Sebut Kurs Rupiah Overvalue, Apa Artinya?
Peneliti Institute for Development Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan pelemahan itu salah satunya disebabkan oleh pernyataan BI yang merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi menjadi 5,1 persen. "Sentimen langsung berubah pesimistis," ujar Bhima kepada Tempo, Jumat, 20 Juli 2018.
Revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi itu disampaikan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo pada jumpa pers selepas Rapat Dewan Gubernur Bank Sentral Bulan Juli, beberapa hari lalu. Padahal, kata Bhima, BI akan menjaga ekspektasi pasar dengan tone positif. "Namun, RDG kemarin malah membuktikan sebaliknya."
Baca: Rupiah Melemah, Industri Manufaktur Terancam Kalah Daya Saing
Belum lagi, dari RDG kemarin, BI juga tampak memasang posisi tidak akan menaikkan tingkat suku bunga acuan sampai akhir tahun 2018. Dampaknya, investor cenderung menahan diri.
Padahal, menurut Bhima, ruang pengetatan moneter masih ada setidaknya sekali lagi. Ia berujar ada kemungkinan BI sedang menunggu fenomena super dolar memuncak pada pertengahan semester 2 tahun ini. "Sehingga 7 day repo rate mungkin akan dinaikkan lagi 25 basis poin," kata Bhima.
Dari faktor global, Bhima memprediksi perang dagang akan semakin memburuk, setelah konsensus antara negeri Abang Sam dan Cina belum juga tercapai. Pada muranya, perang dagang diperkirakan tidak berlangsung lama.
Indikator lainnya, kata Bhima, indeks dolar bertahan di angka tertinggi 95,2, menguat ketimbang mata uang dominan dan akan mencapai titik tertingginya pada September atau Oktober.
Beberapa hari lalu, Dewan Gubernur Bank Sentral mengumumkan kebijakannya menahan suku bunga acuan di 5,25 persen. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menegaskan arah kebijakan moneter akan tetap hawkish namun pelonggaran dilakukan melalui kebijakan makroprudensial.
Di tengah tekanan kuat terhadap rupiah saat ini, Gubernur BI tersebut menyebutkan besaran bunga acuan saat ini sudah cukup untuk membuat imbal hasil instrumen keuangan di pasar domestik menarik dan membawa investor asing kembali ke Tanah Air.