TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan nilai tukar rupiah masih overvalue atau terlalu lemah dari fundamental. Menurut Perry, jika dilihat dari fundamental rupiah semestinya akan dapat ruang untuk lebih menguat.
"Kami melihat bahwa nilai tukar yang ada sekarang itu masih overvalue masih terlalu lemah kalau dibandingkan dengan fundamentalnya. Sehingga dari sisi fundamentalnya mestinya ada ruang untuk lebih apresiatif lagi," kata Perry Warjiyo saat ditemui di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, Rabu, 11 Juli 2018.
Baca: Industri Manufaktur di Daerah Ini Terpukul oleh Pelemahan Rupiah
Perry mengatakan kebijakan BI terkait nilai tukar rupiah bertujuan untuk terus menjaga stabilitas sesuai dengan kondisi fundamentalnya. Menurut Perry, nilai tukar rupiah masih mendapat tekanan eksternal, namun dibanding negara lain relatif terkendali.
Pasalnya, pelemahan nilai tukar rupiah yang 5,6 persen ini lebih rendah dari mata uang negara lain seperti Filipina, India, Brasil, Korea Selatan dan Turki. "Ini yang kami tegaskan bahwa nilai tukar itu relatif terkendali dan kami nyatakan kembali komitmen BI untuk terus jaga stabilitas ekonomi khususnya stabilitas nilai tukar. Artinya sebenarnya rupiah itu masih ada potensi untuk menguat," kata Perry.
Baca: Rupiah Melempem, Industri Farmasi Dilema Naikkan Harga Produk
Menurut Perry, saat ini nilai tukar rupiah stabil karena koordinasi kebijakan pemerintah yang berjalan baik dan tepat. Dari sisi BI, kenaikan suku bunga acuan atau BI 7 Day Repo Rate sebesar 50 basis poin memang dimaksudkan supaya pasar keuangan Indonesia kompetitif, khususnya pasar Surat Berharga Negara (SBN). "Dan alhamdulillah dalam beberapa waktu terakhir ini terjadi arus masuk asing ke SBN dan itu menjadi satu poin positif yang memang mendorong stabilitas nilai tukar," ujarnya.
Perry mengatakan koordinasi dari BI dan pemerintah terus erat untuk membuat bauran kebijakan antara kebijakan fiskal, kebijakan reformasi struktural dan juga dukungan dari kebijakan bank sentral dan Otoritas Jasa Keuangan. Kebijakan tersebut juga bertujuan untuk lebih mendorong ekspor mengurangi impor mendorong pariwisata dan juga mendorong arus modal asing untuk pembiayaan-pembiayaan ekonomi.
"Koordinasi terus dilakukan untuk tidak hanya memperkuat dari transaksi berjalan kita, tapi juga mendorong pertumbuhan dan itu menjadi satu poin penting," ujar Perry. Hal ini pula yang diharapkan bakal mendorong penguatan rupiah pada akhirnya.