TEMPO.CO, Jakarta - Tingkat kepatutan korporasi non-bank melaporkan utang luar negerinya ke Bank Indonesia meningkat. Menurut data pada triwulan III 2015 lalu, tingkat kepatuhan baru mencapai 85,2 persen dari 2.700 korporasi.
Baca: Utang Luar Negeri RI Akhir 2016 Mencapai US$ 317 Miliar
Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter BI Dody Budi Waluyo mengatakan, tingkat kepatuhan meningkat menjadi 94,7 persen atau sebanyak 2.557 perusahaan pada Triwulan III 2016. "Sebagian besar perusahaan sudah melaporkan utang luar negerinya ke BI," ujar Dody di Kompleks BI, Jakarta Pusat, Selasa, 7 Maret 2017.
Bank Indonesia mewajibkan korporasi non-bank melaporkan utang luar negerinya dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 16 Tahun 2014 tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank.
Dody menuturkan, perusahaan yang telah melaporkan utang luar negerinya kepada BI tersebut memiliki komposisi sebesar 97,2 persen dari total outstanding utang luar negeri korporasi nonbank. "Kemampuan pemerintah untuk memahami detail utang luar negeri semakin baik. Sebanyak 97,2 persen utang luar negeri swasta kami petakan sekarang."
Baca Juga:
Dalam pelaporan utang luar negerinya, korporasi wajib memiliki rasio lindung nilai sebesar 25 persen, baik untuk kewajiban valas dengan jangka waktu 0-3 bulan ataupun jangka waktu 3-6 bulan. Untuk rasio likuiditas, yakni perbandingan antara aset valas dan kewajiban valas sampai dengan tiga bulan ke depan, minimal 70 persen.
Baca: BI: Utang Luar Negeri Turun, Ini Pemicunya
Berdasarkan data BI, tingkat kepatuhan korporasi pada pemenuhan rasio lindung nilai membaik. Rasio lindung nilai untuk kewajiban valas dengan jangka waktu 0-3 bulan mencapai 89 persen dan dengan jangka waktu 3-6 bulan mencapai 94 persen. "Sementara kepatuhan rasio likuiditas 86 persen dari jumlah korporasi melaporkan," kata Dody.
ANGELINA ANJAR SAWITRI