TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu sore bergerak menguat 30 poin menjadi Rp 14.246 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp 14.276 per dolar Amerika Serikat.
"Saat ini, faktor domestik menjadi penopang mata uang rupiah. Pemerintah akan melakukan deregulasi kebijakan yang menjadi penghambat investasi dan aktivitas ekonomi, diharapkan langkah pemerintah itu dapat kembali menarik minat investor asing kembali masuk ke Indonesia," ujar pengamat pasar uang dari Bank Himpunan Saudara, Rully Nova, di Jakarta, Rabu, 9 September 2015.
Menurut Rully, kebijakan pemerintah itu dapat menjadi sentimen positif bagi rupiah untuk jangka menengah panjang. Apalagi, pemerintah juga merencanakan yang akan membolehkan warga negara asing untuk membuka rekening dolar AS di Indonesia. "Jika terealisasi maka akan memperkuat nilai tukar rupiah lebih tinggi ke depannya," katanya.
Saat ini, lanjut dia, sebagian pelaku pasar juga mengesampingkan sejenak sentimen dari bank sentral Amerika Serikat yang akan menaikkan suku bunganya. Ketidakpastian The Fed yang cukup lama membuat sebagian pelaku pasar uang menjadi ragu kenaikan suku bunga AS pada September ini.
Analis pasar uang dari BRI Syariah, Rahmat Wibisono, menambahkan, kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang masih baik menjadi salah satu penopang bagi rupiah.
"Gubernur Bank Indonesia juga menyampaikan berulang kali bahwa ekonomi Indonesia tidak ada masalah. Faktor kebijakan Tiongkok yang mendevaluasi mata uangnya yang menyebabkan rupiah terdepresiasi," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Rabu, 9 September 2015, mencatat nilai tukar rupiah bergerak menguat menjadi Rp 14.244 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp 14.285 per dolar AS.
ANTARANEWS