TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 254 buruh PLTU Celukan Bawang, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali, dihadapkan pada situasi pelik di tengah ketidakjelasan urusan pesangon, imbas berakhirnya kontrak kerja antara PT China Huadian Corporation (CHD) dan PT General Energi Bali (GEB) selaku pengelola PLTU Celukan Bawang. Hal ini otomatis memutus juga kontrak dengan para pekerja di bawah naungan PT Victory Utama Karya (VUK).
Persoalan ini bermula ketika PT CHD akan berakhir kontrak kerja pada akhir September. PT CHD bekerja sama dengan PT General Energi Bali (GEB) selaku pengelola PLTU Celukan Bawang. Dalam hal ini, PT Victory yang berada di bawah naungan PT CHD bertugas menangani perekrutan tenaga kerja.
Dengan berakhirnya kontrak kerja PT CHD otomatis memutus juga kontrak dengan para pekerja di bawah naungan PT Victory. Sementara untuk kewenangan PT Victory sebagai pemasok tenaga kerja akan dialihkan ke PT Garda Arta Bumindo (GAB) dan PT Garda Satya Perkasa (GSP).
Selanjutnya, pada 12 dan 14 September 2024, PT GEB mengeluarkan pengumuman terbuka kepada para pekerja yang menginstruksikan para pekerja PT Victory untuk membuat surat pengunduran diri, dan membuat surat lamaran baru yang ditujukan kepada PT GAB dan PT GSP selambat-lambatnya diserahkan pada 17 September 2024.
Namun, di sisi lain pengajuan surat pengunduran diri ini berarti pekerja dengan sukarela mengundurkan diri dan tidak mendapatkan pesangon yang ditaksir total mencapai Rp12,4 miliar.
“Di situ teman-teman kan disuruh untuk membuat surat lamaran serta surat resign, surat pengunduran diri. Yang mana ketika teman-teman ini-kan ketika membuat surat pengunduran diri berarti dia menyatakan secara sukarela mengundurkan diri tanpa paksaan, ya implikasinya ketika teman-teman membuat surat pengunduran diri berarti tidak berhak atas pesangon,” kata Koordinator Departemen Advokasi Federasi Serikat Buruh Kerakyatan (SERBUK Indonesia), Abdul Gopur, saat dihubungi Tempo pada Ahad, 22 September 2024.
Dalam Surat Pemberitahuan Penerimaan Sementara yang dikeluarkan PT GEB pada 14 September 2024 itu disebutkan bahwa PT GEB bersedia untuk mempekerjakan sementara (karyawan VUK) di PLTU Celukan Bawang selama masa transisi yaitu sejak tanggal pengunduran dirinya dan akan berakhir selambat-lambatnya pada 31 Desember 2024 atau pada saat penunjukan kepada PT GAB dimulai. Namun, Ihwal keberlangsungan pekerja setelahnya belum diketahui.
Menanggapi sengkarut persoalan transisi dan pesangon tersebut, pada 15 September 2024 para pekerja membentuk Serikat Buruh Kerakyatan PLTU Celukan Bawang (Serbuk PLTU CB).
“Kami juga sudah mengadukan permasalahan ini (ke Disnaker) karena dari pihak perusahaan tidak mau diajak berunding, dalam hal ini karena tidak mau menerima surat pemberitahuan dan tidak mau menerima surat permohonan perundingan,” kata Abdul Gopur menyinggung diterbitkannya Surat Perintah Pencegahan Personil Masuk ke Area atau Lingkungan PLTU Celukan Bawang, selain itu kata dia security yang bertugas juga dilarang menerima surat-surat yang dikirim oleh serikat.
Menanggapi konflik yang terjadi, Kuasa Hukum PT GAB dan PT GSP I Putu Wibawa mengungkapkan, client-nya memprioritaskan pekerja eks Victory apabila mendaftar.“Ada beberapa eks tenaga kerja Victory tidak mau bergabung karena mereka menginginkan pesangon dari Victory. Kalau mau minta pesangon silahkan ke PT Victory kalau mau bekerja kembali di PLTU Celukan Bawang dipersilakan, hanya saja karena banyaknya pelamar maka diprioritaskanlah eks Victory ini untuk bekerja,” kata Putu Wibawa saat dihubungi Tempo pada Senin, 23 September 2024.
Wibawa mengatakan, instruksi untuk melamar ulang di PT GAB dan PT GSP merupakan jalan alternatif yang diberikan kepada para pekerja PT Victory agar dapat melanjutkan aktivitas berkerja di PLTU Celukan Bwang. “Niatnya dari Awal GEB atau GSP memang ingin supaya mereka tetap bekerja tidak ditelantarkan oleh pihak Victory, tapi karena ya itu, iming-iming dapat pesangon sekian-sekian ya maklum lah,” kata dia.
Selanjutnya mengenai syarat yang diajukan yakni surat pengunduran diri, menurutnya tidak etis jika merekrut tenaga kerja yang masih berstatus bekerja di tempat lain. “Terkait dengan permohonan PT GAB dan GSP yang mensyaratkan kalau mau bekerja di sana silahkan mendaftar dengan catatan, harus jelas kalau karywan ini mau bekerja di PT GAB maupun PT GSP, masih berstatus bekerja di tempat lain atau perusahaan lain kan kami tentu tidak etis,” katanya.
Sementara itu, di sisi lain mantan pimpinan PT Victory Utama Karya Bali, Ian Leonardi mengatakan, sebelumnya dia tidak menerima kabar apapun soal kapan kontrak akan berakhir dari PT CHD. “Karena Victory ada di bawah CHD otomatis ikutan, dari pihak CHD pun nggak ada informasi ke kita bahwa mereka selesai tanggal sekian gitu lo, kita bertanya juga mereka jawabnya nggak tau, nggak tau,” katanya.
Ketidakjelasan pemberian pesangon, kata Ian, urusan keuangan termasuk pesangon itu ditangani PT CHD sementara PT Victory hanya bertugas menyalurkan, terlebih hingga saat ini dia mengatakan, PT CHD menutup komunikasi.
“Segala macam keuangan yang keluar itu dari PT CHD, selama 10 tahun kami bekerja sama seperti itu alurnya, dari sistem penggajian bonus dan lain-lain itu dari PT CHD kirim ke kami, kami langsung sebar, jadi tidak ada yang di-hold sama kami begitu pula isi pesangon, itu tertera jelas dalam kontrak kami,” ujarnya.
Ian mengungkapkan PT Victory sudah tidak memiliki hubungan dengan para pekerja. “Kami sudah tidak ada hubungan dengan karyawan sebenarnya, karena per-tanggal 17 sudah selesai itupun dari pengumuman GAB sendiri. Bahwa semuanya akan di-take over oleh GAB sampai 31 Desember,” kata dia.
Ian mengklaim pihaknya juga tengah mengusahakan hak-hak para pekerja dengan terus menghubungi PT CHD, sebab perusahaan asal China tersebut sangat sulit dihubungi. “Kami sudah kirim surat ke Kedubesnya China, sudah kirim surat ke CHD itu berkali-kali, atasan saya sudah ke kantor CHD yang di Jakarta mereka ngomong itu urusan CHD Bali,” ujarnya.
Diketahui, hingga saat ini terdapat sekitar 200 pekerja PT Victory yang sudah mengundurkan diri dan mendaftar ulang, sementara itu sisanya masih berjuang untuk memperoleh hak-haknya.
Serikat Buruh Kerakyatan (Serbuk) PLTU Celukan Bawang kemudian memnuat empat poin tuntutan yang ditujukan kepada:
1. Komnas HAM untuk proaktif melakukan pemeriksaan, dan pemantauan langsung dalam dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi. Termasuk memastikan agar Negara tidak lepas tanggung jawab dalam persoalan ini
2. Pemerintah daerah Provinsi Bali dan kabupaten buleleng melalui Pengawas Ketenagakerjaan dan Dinas Tenaga Kerja untuk menjalankan fungsi pengawasan dan penindakan terhadap praktik perburuhan yang tidak sehat (unfair labor practice) oleh perusahaan di PLTU Celukan Bawang.
3. Kepolisian Daerah Bali (Polda bali) untuk segera melakukan serangkaian proses penegakan hukum atas dugaan dilakukannya pemberangusan serikat pekerja oleh perusahaan
4. Mengajak seluruh masyarakat untuk terlibat aktif dalam perjuangan mendorong pemenuhan hak bagi para pekerja di PLTU Celukan Bawang.
Pilihan Editor: Sengketa Izin PLTU Celukan Bawang, Warga Ajukan Kasasi