TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Univesitas Paramadina Didin S. Damanhuri menyebutkan sektor industri manufaktur di Indonesia mengalami kemunduran yang luar biasa, terutama bila dibandingkan dengan era orde baru. Kemunduran ini menurut Didin dapat dilihat dari perbandingan antara pertumbuhan industri terhadap pertumbuhan ekonomi negara.
“Di era reformasi ini industri manufaktur itu mengalami kemunduran luar biasa,” kata Didin dalam acara diskusi bertajuk Prospek Kebijakan Ekonomi Prabowo (Mustahil Tumbuh 8 Persen Tanpa Industrialisasi) pada Ahad, 22 September 2024.
Ia menjelaskan, pada era Soeharto, pertumbuhan industri jauh melampaui pertumbuhan ekonomi. Saat itu menurutnya, pertumbuhan industri manufaktur dapat menembus angka sekitar 12 atau 14 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi saat itu hanya menyentuh sekitar 7 atau 8 persen. “Sementara di era reformasi yang rata-rata 5 persen pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan industrinya itu hanya di bawah 5 persen, sekitar 4 persen,” ujarnya.
Menurut Didin, kecilnya pertumbuhan industri saat ini yang hanya sekitar 4 persen menjadi sinyal adanya kemunduran industri. Kemunduran ini yang kemudian menyebabkan informalisasi ekonomi. Hal ini terjadi karena orang-orang yang tidak dapat masuk ke sektor formal dalam hal ini industri manufaktur, akhirnya terpaksa untuk bekerja pada sektor informal. “60-70 persen dari angkatan kerja kita (bekerja) sektor informal,” ujar Didin.
Informalisasi ekonomi ini menurutnya menjadi bukti penyerapan tenaga kerja yang buruk. Ia kembali membandingkan penyerapan tenaga kerja pada orde baru yang jauh lebih tinggi dibanding era reformasi. Oleh karena itu, Didin menyebut penting adanya kebijakan industrial atau industrial policy yang baik. Dalam hal ini perencanaan industrialisasi yang dipakai secara konsisten dengan kebijakan-kebijakan yang ada.
Pilihan Editor: 6 Juta Data NPWP Bocor, Kominfo Sebut Hukuman Denda Maksimal Rp 5 Miliar dan Penjara 5 Tahun