Laporan IPCC pada 2023 juga mencatat 79 persen emisi gas rumah kaca global pada 2019 berasal dari sektor energi, industri, transportasi, dan bangunan. Sementara itu, 22 persen dari pertanian, kehutanan, dan penggunaan lahan lainnya. Sektor-sektor ini berkontribusi melalui alih fungsi lahan dan eksploitasi sumber daya alam.
Meski demikian, pemerintah telah meluncurkan kebijakan untuk menangani perubahan iklim, termasuk komitmen emisi nol (Net Zero Emission) pada 2060. Kebijakan itu berupa Pembangunan Rendah Karbon Berketahanan Iklim, Transisi Energi Nasional, Indonesia FOLU Net Sink 2030, dan Nilai Ekonomi Karbon.
“Sayangnya, ambisi ini belum cukup selaras dengan target global menurunkan emisi di angka 1.5 derajat Celcius. Bahkan target emisi nol pada 2060 yang pemerintah Indonesia targetkan pun sebenarnya lebih panjang dari komitmen internasional yang sepakat mencapai emisi nol pada 2050,” kata Torry.
Atas kondisi itu, Torry menyebut rakyat Indonesia seperti petani kecil, nelayan tradisional, masyarakat adat, buruh, pekerja informal, penyandang disabilitas, dan kelompok rentan lain dalam bahaya atas dampak perubahan iklim. Selain itu, dia menyebut, dalam 10 tahun ini aksi perubahan iklim di Indonesia membuat kelompok rentan semakin rentan.
“Alih-alih menurunkan target emisi gas rumah kaca, strategi pembangunan malah mengesahkan proses perusakan lingkungan dan perampasan ruang hidup masyarakat rentan. Kasus-kasus penambangan nikel, kawasan industri Rempang, kasus Wadas, bahkan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang mengklaim sebagai ibu kota hijau rendah emisi pun mendorong perusakan lingkungan dan perampasan hak warga,” kata dia.
Dalam acara tersebut juga dihadiri oleh perwakilan dari koalisi, di antaranya Direktur Eksekutif Yayasan Pikul Torry Kuswardono, Ketua Kesatuan Pelajar Pemuda dan Mahasiswa Pesisir Indonesia (KPPMPI) Hendra Wiguna, Policy Engagement Officer Working Group ICCAs Indonesia (WGII) Ihsan Maulana, Koordinator Program Solidaritas Perempuan Andriyeni, Koordinator Advokasi Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) Fatum Ade, Manajer Kampanye Polusi dan Perkotaan WALHI Abdul Ghofar, dan Direktur Eksekutif MADANI Berkelanjutan Nadia Hadad.
Pilihan Editor: Ini Bunyi Pasal Peraturan Menkominfo yang Jadi Tuntutan Ojol untuk Diubah