TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah organisasi yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Konsorsium Pangan Bijak menyebut kebijakan di sektor pangan selama ini mengabaikan peran masyarakat lokal. Hal itu disampaikan David Ardhian yang berbicara mewakili koalisi, dalam diskusi bertajuk Transformasi Pangan Negara Kepulauan, di Jakarta, Rabu, 21 Agustus 2024.
Menurut David selama ini pemerintah masih melakukan upaya penyeragaman pangan. Dia mengatakan penyeragaman pangan tersebut menyebabkan terpinggirkannya potensi pangan lokal di banyak daerah. "Kebijakan inilah yang membuat Indonesia makin tergantung pada impor pangan utama dari luar negeri," katanya.
Untuk itu dia menilai pentingnya keterlibatan masyarakat lokal di setiap daerah dalam menumbuhkan kesadaran atas keanekaragaman sumber pangan. Ketergantungan terhadap bisa membawa Indonesia pada krisis pangan dalam waktu dekat. "Ada banyak faktor yang membuat kondisi ketahanan pangan kita kian rentan, mulai dari perubahan iklim, regenerasi petani dan alih fungsi lahan pertanian," katanya.
Peneliti Center for Transdisciplinary and Sustainability Sciences IPB ini mengatakan ancaman krisis pangan terjadi secara global. Untuk itu pemerintah harus berupaya untuk mnengurangi ketergantungan pada impor pangan dengan memanfaatkan keberagaman sumber pangan lokal. “Sekaligus meningkatkan produktivitas pertanian yang ada saat ini,” kata David.
Di lain sisi, David melihat ketergantungan konsumsi pada beras juga tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah produksi. Dalam lima tahun terakhir, produksi beras menurun dari 33,9 juta ton pada 2018 menjadi 30,9 juta ton pada 2023. "Akibatnya kesenjangan antara produksi dan konsumsi makin lebar sehingga meningkatkan impor," ujar David.
Kerentanan pangan Indonesia juga terekam dalam indeks kelaparan global, yang menempatkan Indonesia di posisi ke-77 dari 125 negara. Peringkat ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan indeks kelaparan tertinggi kedua di Asia Tenggara setelah Timor Leste. "Kasus kelaparan juga masih terjadi di Indonesia, di tengah kondisi yang seakan-akan kita menganggap kondisi pangan tidak bermasalah," katanya.
Alih-alih mencari cara untuk melepaskan ketergantungan terhadap beras, David menyayangkan rencana pemerintah yang melah menggenjot produksi pangan melalui proyek food estate. Dia menyoroti lokasi food estate yang berpotensi makin meminggirkan pangan lokal seperti di Papua.
Menurutnya pemerintahan selanjutnya harus menimbang ulang untuk melanjutkan food estate. "Seharusnya pemerintah fokus pada pengembangan pangan lokal sebagai bagian untuk peningkatan kualitas konsumsi pangan beragam, seimbang dan bergizi," katanya.
Pilihan editor: APBN 2025 Bakal Kian Berat, Politikus Nasdem Ini Berharap Menkeu Era Prabowo seperti Sri Mulyani