TEMPO.CO, Jakarta - Interim Country Manager Luno Indonesia Aditya Wirawan membantah tiga mitos yang kerap muncul di tengah masyarakat perihal investasi aset kripto. Ketiga mitos itu yakni aset kripto tak punya nilai intrinsik, harga Bitcoin terlalu volatil sehingga tak layak jadi aset investasi, dan sudah terlambat membeli Bitcoin.
Aditya menjelaskan, aset kripto memiliki semacam laporan keuangan berupa white paper yang memuat nama proyek dan tokenomics. Selan itu, pada dasarnya aset-aset kripto diciptakan memiliki fungsi.
“Misalkan, ada aset kripto namanya Ripple, tujuan utamanya transaksi bank itu terkesan lama dan mahal. Jadi kami ingin merevolusi transaksi antarnegara melalui bank itu melalui kripto. Jadi diciptakanlah satu aset kripto namanya Ripple, yang bisa mengirimkan 1.500 transaksi per detik, itu jauh lebih cepat dibandingkan transaksi bank,” kata Aditya di Gedung Tempo, Palmerah, Jakarta Selatan, Rabu, 7 Juli 2024.
Pelbagai aset atau koin kripto bisa dipertimbangkan dengan melihat tujuan aset dan memiliki solusi dari seluruh masalah penting. Yang kedua, kata dia, pertimbangan masalah itu bisa diselesaikan melalui blockchain atau buku besar digital.
Setiap tujuan ide dan proyek aset kripto itu, menurut Aditya, bisa dilihat melalui white paper yang bisa diakses di pelbagai situs. Sementara untuk tokenomics atau token economics menggambarkan supply and demand.
Para pengguna aset kripto bisa melihat jumlah koin token yang terlalu banyak dan menyebabkan harganya turun. “Jadi nilai intrinsik dari aset kripto, biasanya dilihat dari dua hal ini, proyeknya apa, proyeknya itu biasanya dilihat dari white paper, kedua dari tokenomics-nya,” ujarnya.
Perihal mitos harga Bitcoin terlalu volatil sehingga tak layak jadi aset investasi, Aditya membandingkannya dengan emas selama 14 tahun ke belakang. “Jadi kalau saya 14 tahun lalu, saya punya US$ 2, lalu saya taruh US$ 1 di Bitcoin dan US$ 1 saya taruh di emas. Untuk emas, di tahun 2024 nilainya menjadi hampir US$ 2, sementara yang Bitcoin harganya hampir mencapai US$ 40,” ujarnya.
Kendati harga emas cenderung stabil dan Bitcoin naik turun, kata Aditya, kalau diperhatikan dengan teliti sebetulnya harga Bitcoin cenderung naik. Meski begitu, ia tak menampik Bitcoin memang volatil.
“Kalau misalkan Bitcoin itu volatil, memang benar. Makanya, kami selalu ingatkan, kalau Bitcoin itu adalah aset investasi jangka panjang. Karena bisa jadi saya investasi sekarang bisa turun, tapi kalau misalnya secara jangka panjang, cenderung naik,” ujar Aditya.
Sementara untuk mitos sudah terlambat membeli Bitcoin, kripto memang masih awal jika dibandingkan dengan pasar saham yang sudah ratusan tahun. “Seiring perkembangan teknologi, kripto bisa melakukan transfer uang antar negara lebih cepat ketimbang bank. Kalau itu dijadikan standar mengirimkan uang antar negara, maka ini lebih berharga. Seiring berjalannya waktu kalau adopsinya lebih besar, tentu dinilai lebih berharga,” ujarnya.
Pilihan Editor: Kominfo Blokir Akun Medsos Binance dan Kucoin, Ini Penjelasan Bappebti hingga Tokocrypto